PUSKUD UNICEF ADMIN ANEKA ILMU E-DUKASI JARDIKNAS

Sekapur Sirih

Para pengunjung blog yang budiman, masa waktu dua belas bulan dalam tahun 2008 usai sudah telah kita lewati. Tak terasa, kini kita telah memasuki masa waktu yang baru di tahun 2009. Jika kita merenungi masa pada tahun 2008, maka nampak dalam benak kita suatu pertanyaan, prestasi apa yang telah kita capai pada saat itu? idealnya, tentu pertanyaan itu akan timbul kembali pada benak kita, apa pula prestasi yang akan kita raih pada tahun 2009 ini?

Sungguh pertanyaan-pertanyaan itu mengandung nilai-nilai motivasi. Adalah suatu nilai-nilai yang tersirat didalamnya menuju pada sebuah kata kunci “perubahan“. Perubahan ini kita konotasikan dengan kemajuan dalam alam lingkungan kehidupan. Dengan demikian, sasaran akhirnya adalah bagaimana mengisi trend kondisi dinamika yang lagi berkembang. Ini berarti merangsang kita untuk menciptakan suatu gebrakan “selangkah lebih maju“ dalam fenomena kehidupan ini.

Itulah yang mengilhami cara dan gaya berpikir PUSKAPLING dan SDN 1 Tilote yang ada di Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo. Pada tahun ini, tepatnya pada tanggan 12 bulan Januari 2009, PUSKAPLING bersama SDN 1 Tilote telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU), tentang Kerja Sama Penerapan Dan Pengembangan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (TIK).

Semangat dan itikad kedua belah pihak ini, membuktikan, bahwa wujud keberadaan PUSKAPLING adalah sebuah cermin LSM yang tidak hanya mahir dalam memainkan kritik terhadap kebijakan yang ada. Namun dihadapan pemerintah, posisi PUSKAPLING disamping sebagai lembaga sosial kontrol kebijakan Pemerintah, sekaligus menjadi bentuk keterwakilan peran masyarakat.

Bentuk keterwakilan itu, adalah suatu keterwakilan yang memiliki kemampuan peran dalam memberikan sentuhan konsep berpikir untuk maju dan berkembang. Dengan demikian, eksistensi PUSKAPLING tidak hanya menjadi lembaga sosial kontrol semata, melainkan sebagai mitra Pemerintah dalam meningkatkan sumber daya manusia.

Oleh karena itu, konsep berpikir ini, jelas merupakan relevansi dari sikap menuju suatu perubahan selangkah lebih maju. Yaitu suatu sikap pembentuk prilaku yang respect terhadap trend kondisi dinamika teknologi, informasi, dan komunikasi yang lagi berkembang. Inilah yang mewarnai semangat cara dan gaya berpikir pihak manajemen SDN 1 Tilote.

Manajemen SDN 1 Tilote dalam menyikapi trend kondisi dinamika teknologi, informasi, dan komunikasi yang lagi berkembang itu, telah membuka diri terhadap kehadiran PUSKAPLING. Kehadiran PUSKAPLING bagi SDN 1 Tilote, dipercayakan dan diharapkan dapat menggenjot sumber daya manusia dari para anak didiknya, khususnya dibidang penguasaan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (TIK).

Memperhatikan konsep berpikir dari PUSKAPLING dan prilaku manajemen SDN 1 Tilote yag senantiasa membuka diri itu, dapat disimpulkan inilah model kemitraan yang diharapkan dalam pendidikan. Karena hal itu merupakan nafas dari implementasi Pasal 8, 9, dan 10 sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas.


SADIK GANI, SE

Information and Communication Technologi

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), begitulah terjemahan dari INFORMATION and COMMUNICATION TECHNOLOGI (ICT). Teknologi Informasi dan Komunikasi, adalah deretan tiga suku kata yang saat ini lagi akrab dibibir orang, khususnya di lingkungan pendidikan atau kelompok birokrasi, bahkan belakangan ini, juga termasuk golongan-golongan masyarakat tertentu.

Memahami Teknologi informasi dan komunikasi, tidak hanya menyandarkan pada pengertian tiga suku kata di atas. Tetapi lebih dari itu harus dipahami lebih dalam, mengapa tiga suku kata itu harus dipadu menyadi satu kalimat yang tidak dapat dipisahkan dalam pembelajaran TIK. Itu mengartikan, bahwa tiga kata dasar itu, masing-masing memiliki nilai kekuatan dan pengaruh tersendiri dalam peradaban kehidupan manusia.

Sebagai bukti yang logis dari kekuatan-kekuatan itu, yakni disadari atau tidak, bahwa aktivitas yang sedang berlangsung dilakukan manusia saat ini, pada hakikatnya adalah mengelola informasi yang diterima sebelumnya. Disadari atau tidak pula, bahwa keberadaan informasi itu sendiri lahir karena adanya komunikasi. Demikian pula terhadap komunikasi, itu dapat terjadi karena tidak lepas dari media (teknologi) sebagai alat pengantar maksud dan tujuan.

Beranjak dari pengertian-pengertian di atas, maka ICT atau TIK yang menjadi medan garapan ilmu pengetahuan dari ICT CLINIC di SDN 1 Tilote adalah; Teknologi Informasi dan Komunikasi, BUKAN “Informasi Komunikasi dan Teknologi“. Hal ini cukup beralasan, karena informasi komunikasi dan teknologi, pengertiannya adalah informasi tentang komunikasi dan informasi tentang teknologi. Dengan demikian informasi komunikasi dan teknologi, hanyalah terbatas pada pengetahuan saja, dan bukan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, sifat dari informasi komunikasi dan teknologi, mudah ditemui atau diperoleh, hanya dengan cukup nonton televisi, dengar radio, maupun baca koran saja.

Sedangkan Teknologi Informasi dan Komunikasi adalah identik dengan ilmu pengetahuan. Yaitu teknologi tentang informasi dan teknologi tentang komunikasi. Karena itu pula, teknologi informasi dan komunikasi tidak terbatas pada pengetahuan saja, tetapi justru berada pada level garapan sebuah studi “ilmu pengetahuan”. Dengan sendirinya, untuk menguasai Teknologi Informasi dan Komunikasi, tidak semudah kita nonton televisi, dengar radio, ataupun baca koran. Melainkan diperoleh hanya melalui teori dan praktek pendidikan tertentu saja.

Pada unsur kata Teknologi, Informasi, Komunikasi inilah, mengapa ICT Clinic harus dihadirkan ditengah-tengah para anak didik sekolah yang ada di SDN 1 Tilote. Dengan TIK ini, para anak didik akan diarahkan pada pengenalan, penguasaan, dan pembentukan peradaban teknologi yang berbudaya.

Pengenalan, penguasaan, dan pembentukan peradaban teknologi pada tingkat anak didik ini, dimaksudkan karena alasan dinamika dunia pendidikan dan kehidupan itu sendiri. Oleh karena itu, untuk menuju pada suatu jenjang peradaban dunia pendidikan dan kehidupan yang lebih baik, ICT SDN 1 Tilote telah memiliki TAKTIK. Artinya; Tidak Ada Kehidupan yang baik (peradaban), tanpa menguasai Teknologi Informasi dan Komunikasi.

Muhajirin AHM

Selasa, 30 Juni 2009

Karakteristik Siswa Abad 21

Abad 21, dewasa ini ditandai dengan peran besar pengaruh teknologi informasi dan komunikasi dalam berbagai aspek hidup manusia. Itulah sebabnya, abad 21 ini dikenal pula sebagai era informasi dan atau era global. Keberadaan teknologi tersebut telah mengubah cara kita bertransaksi, membaca, bersenang-senang, berkomunikasi/berbicara, dan termasuk cara kita belajar.

Keberadaan teknologi tersebut juga memungkinkan semua orang, yang memiliki akses terhadap teknologi ini tentunya, dapat memperoleh informasi apa saja, dari mana saja, dimana saja, kapan saja. Ini artinya, semua orang dapat belajar apa saja, kapan saja, dimana saja, dengan siapa saja, dengan cara apa saja. Sehingga, kalo menurut mbah Badrul Khan, pembelajaran akan lebih bersifat terbuka, fleksibel dan terdistribusi (distributed). Inilah yang menjadi karakteristik e-learning sesungguhnya.

Oleh karena itu, manusia-manusia abad 21 akan dan atau harus memiliki keterampilan-keterampilan khusus tertentu. Dabbagh (2007) memberikan karakteristik sebagai berikut:

1. Keterampilan Belajar Sosial; keterampilan ini meliputi kemampuan mengambil keputusan, berkomunikasi, membangun kepercayaan, dan manajemen konflik yang kesemuanya itu merupakan kompnen penting atau unsur utama dari kolaborasi yang efektif. Hal ini diperlukan untuk membangun leadership pada diri kita dan menjadi bagian dari suatu tim, dimanapun berada baik sebagai karyawan, maupun sebagai anggota sosial masyarakat baik skala mikro (kleuarga) sampai skala internasional.

2. Keterampilan Dialogis (Discursive Skills); keterampilan ini meliputi kemampuan mendiskusikan suatu isu secara kritis, berbagi ide dan argumentasi secara rasional dan logis, bernegosiasi dan menunjukkan keterbukaan (berpikiran positif) terhadap berbagai perspektif yang berbeda serta mampu menjadi pendengar efektif.

3. Keterampilan evaluasi diri dan kelompok (introspeksi); artinya kemampuan diri untuk akuntabel terhadap segala sesuatu yang dibebankan di pundaknya dan timnya, aktif dan komitmen terhadap aktifitas kelompoknya, bekerja dengan penuh tanggung jawab, saling membantu dan saling mengisi. Dalam hal ini, setiap individu harus memiliki kemampuan berpikir sistemik, sehingg setiap permasalahan dilihat dari berbagai perspektif dan tidak mengkambing hitamkan orang lain.

4. Keterampilan refleksi; ini adalah kemampuan untuk mengambil hikmah/pelajaran dari berbagai hal. Lebih jauh lagi adalah kemampuan untuk melakukan perubahan (membebaskan diri dari status quo), menerima input, masukan dan kritik dari pihak luar, serta memperbaiki diri maupun kelompok secara terus menerus.

Membangun siswa agar memiliki keterampilan abad 21 tersebut merupakan suatu tantangan tersendiri bagi kita sebagai pendidik. Paradigma pembelajaran lama sudah tidak bisa lagi dipertahankan. Paradigma pendidikan modern yang lebih bersifat student-centered dan constructive learning sebaiknya segera dilakukan mulai saat ini, mulai dari hal yang kecil/sederhan, mulai dari diri kita sendiri. Ini adalah ajakan untuk saya dan semua pendidik, khususnya sesama guru. Datang, duduk, mendengar dan mencatat serta diakhiri dengan ujian yang hanya mengukur kemampuan menghafal, adalah pembunuhan karakter generasi mendatan. So, please …. please … save our children for the shake of their future dan kekhalifahan di muka bumi ini .

Detailed article can be viewed and downloaded here: Karakteristik Online Learner dan Imlikasi Pedagogis Online Learning

SELAMAT BERDJOEANG!

Referensi:

Nada Dabbagh (2007): [PDF]
The Online Learner: Characteristics and Pedagogical Implications, viewed at http://www.citejournal.org/articles/v7i3general1.pdf, on Dec 09, 2008.

Link : http://fakultasluarkampus.net

Sabtu, 27 Juni 2009

KENDALA MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

Manajemen berbasis sekolah (MBS) yang diterjemahkan dari konsep aslinya, school-based management, merupakan termologi yang populer di masyarakat khususnya masyakat pendidikan. Istilah ini sering diperbincangkan para guru, kepala sekolah, pengawas, eksponen pendidikan, dan tokoh masyarakat. MBS menjadi pembicaraan dalam berbagai pertemuan insan pendidikan yang bergerak dalam dunia pendidikan formal.

Keadaan ini terjadi karena MBS manjadi kebijakan pemerintah dalam upaya memajukan pendidikan di Indonesia. Dengan berlakunya MBS yang sudah diuji di berbagai Negara maju diharapkan terjadi kemajuan yang signifikan dalam pelaksanaan pendidikan nasional sehingga menghasilkan kinerja yang membanggakan.

Tetapi pembicaraan tentang MBS sekarang sudah cenderung “over estimate”; seolah-olah MBS merupakan manajemen sekolah yang paling sempurna, tidak ada jenis manajemen yang lain yang lebih baik dari pada MBS; dan bila sekolah menjalankan MBS dijamin keberhasilannya, oleh karena itu manajemen jenis ini diwajibkan bagi sekolah-sekolah kita. Padahal sebagaimana dengan system manajemen sekolah lainnya. MBS memiliki karakteristik dan kelemahan. Di Indonesia bahkan ada kendala potensial untuk menjalankan MBS.

Kemandirian Sekolah

Di Indonesia MBS bukanlah sesuatu yang baru; meskipun kebanyakan sekolah belum menjalankannya secara efektif. Pada dasarnya MBS merupakan sistem manajemen yang memandirikan sekolah, yaitu kepala sekolah serta guru dan instansi sekolah lainnya, berkewenangan penuh mengambil keputusan akademis maupun nonakademis.dalam konsep MBS, kepala sekolah berwewenang menjalankan manajemen sekolahnya. Seorang kepala sekolah berwenang menjalankan kebijakan apa saja yang dianggap positif untuk memajukan sekolah, termasuk mancari dana dan memilih guru yang tepat bagi anak didiknya.

Secara teroretis, kewenangan kapala sekolah bersifat penuh. Namun di dalam prakteknya kewenangan tersebut sering terkurangi oleh kebijakan-kebijakan yang di tentukan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Sebagai contoh konkrit, kepala sekolah sesungguhnya mempunyai kewenangan penuh untuk memilih kurikulum yang tepat bagi siswa akan tetapi pemerintah membuat kebijakan mengenai penyeragaman kurikulum (nasional) secara konkrit telah mengurangi kewenangan kepala sekolah.

Dalam konsep MBS, kepala sekolah berperan sebagai manajer. Dengan kewenangan yang dimilikinya seorang manajer bisa melakukan apa saja yang dianggap positif, konstruktif, relevan dan potensial untuk memajukan sekolah meskipun bersifat penuh bukan berarti terus terbatas.

Di dalam pengembangan konsep MBS di Indonesia maka oleh Tim Teknis MBS yang dibentuk secara bersama oleh Bappenas RI dan Bank Dunia (1998) telah diformulasi tawaran-tawaran lingkup strategi sesuai dengan kondisi sekolah di Indonesia. Dalam hal ini ada lima lingkup strategi yang di tawarkan. Adapun lingkup strategi yang ditawarkan oleh tim tersebut adalah sbb: (1) kurikulum yang bersifat inklusif dan berlaku bagi banyak sekolah, (2) proses belajar mengajar yang efektif dan efisien, (3) menciptakan lingkungan sekolah yang medukung, (4) menyiapkan sumber daya yang berasas pemerataan, serta (5) mengembangkan system standarisasi dalam berbagai hal tertentu, misalnya saja dalam hal monitoring, evaluasi dan tes.

Meskipun sekolah memilki kewenangan mengembangkan kurikulum secara penuh tetapi dalam tawaran tersebut di batasi pada kurikulum yang bersifat inklusif yang selama ini lebih dikenal dengan muatan lokal. Tegasnya, kurikulum nasional dikembangkan oleh pemerintah pusat sedangkan kurikulum lokal oleh sekolah.

Menyangkut proses belajar mengajar, kepala sekolah memiliki kewenangan yang luas. Sebagai manajer, kepala sekolah bisa mengatur guru, jam belajar, ruangan, komposisi siswa, dsb, sepanjang itu dilaksanakan untuk mengefektifkan proses belajar mengajar. Kepala sekolah juga bisa melakukan sesuatu untuk menciptakan lingkungan, Baik fisik maupun social,untuk memajukan sekolah. Sementara itu mengenai sumber daya, seperti guru, instructor, laboran, tenaga administrasi, dsb, kepala sekolah berhak menatanya untuk mencapai efektivitas yang memadai.

Mengenai standarisasi dalam hal tertentu, monitoring, evaluasi dan tes dapat dikerjakan oleh kepala sekolah setelah ada kesempatan terlebih dahulu dengan pemerintah pusat. Dengan perkataan lain kepala sekolah diberi kebebasan menjalankan menjalankan evaluasi misalnya, sepanjang tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah yang sudah di tetapkan pemerintah pusat.

Bagi sekolah swasta, MBS bukan hal baru. Selama ini sekolah swasta sudah melaksanakan MBS. Mereka mencari dana operasional sendiri, menseleksikan kandidat guru, memilih siswa, mengatur jam belajar di sekolah, menata ruangan, serta memprioritaskan kegiatan akademik dan nonakademik yang harus dipilih. Kegiatan seperti ini merupakan indikasi dijalankannya MBS yang secara langsung mencerminkan kemandirian sekolah.

Kendala di Lapangan

Sekarang ini konsep MBS terus disosialisasikan ke masyarakat, khususnya masyarakat sekolah. Meskipun demikian sesungguhnya sebagian sekolah di Negara kita, khususnya SD dan SMP, sudah agak lama menjalankan konsep menajemen persekolahan tersebut melalui manejemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS).

Praktek MBS sekolah-sekolah ternyata menghadapi kendalan cultural yang signifikan; khusunya menyangkut kreatifitas dan kemandirian civitas sekolah.
Selama ini kepala sekolah (negeri) utamanya di SD dan di SMP, sudahterbiasa bekerja “nunggu dawuh” (instruktif). Umumnya meraka melaksanakan sesuatu apabila ada instruksi dari atasan, apabila menyangkut hal-hal fundamental. Kebiasaan seperti ini tidak menumbuhkan kreatifitas dan kemandirian.

Kebiasaan kerja yang demikian itu ternyata juga terjadi pada para staf.banyak staf administratif, staf laboratorium, staf perpustakaan, dsb, menjalankan pekerjaan semata-mata menunggu instruksi kepala sekolah.
Ironisnya itu juga terjadi pada guru yang secara langsung berhubungan dengan anak didik. Banyak guru dalam mengajar hanya berdasar petunjuk baik menyangkut kurikulum, silabi, buku pegangan, sampai dengan metode mengajar di kelas. Banyak guru yang sama sekali tidak pernah membaca buku-buku berkait dengan mata pelajaran yang di ampuh di karenakan hanya mau membaca buku sesuai petunjuk. Itulah sebabnya kurikulum sekolah di Negara kita tidak pernah berkembang di lapangan, silabi kita mati, metode mengajar pada guru stagnan, dan kreavitas guru tak pernah berkembang.

Dengan melihat keadaan seperti itu sebenarnya konsep MBS tidak bisa diterapkan secara serta merta pada seluruh sekolahdi Indonesia. Dalam hal ini ada sekolah-sekolah tertentu yang cocok melaksanakan MBS, yaitu sekolah-sekolah yang setidak tidaknya memiliki SDM memadai; pada sisi lainnya pada sekolah-sekolah yang tidak cocok melaksanakan MBS dikarenakan kondisi cultural SDMnya yang tidak mendukung.

Konsep MBS konstruktif untuk memajukan pendidikan di Indonesia, meskipun hal itu bukan barang baru. Peranan konsep MBS untuk mecapai hasil yang optimal menghadapi banyak kendala,utamanya menyangkut kedala cultural meskipun pada dasarnya konsep MBS konstruktif tetapi tidak selalu cocok untuk keseluruan sekolah di Indonesia; maksudnya ada sekolah yang cocok tetapi ada pula yang tidak cocok unyuk menerapkan konsep MBS.

Prof. Dr. Ki Sufriyoko, M. Pd. Adalah Ketua 3 Majelis Luruh Tamansiswa serta Wakil Presiden Pan-Pacific Association of Private Education (PAPE) yang bermarkas do Tokyo, Jepang.

Rabu, 24 Juni 2009

8 Keterampilan Mengajar

Turney (1973) mengemukakan 8 (delapan) keterampilan dasar mengajar, yakni:

Pertama, keterampilan bertanya yang mensyaratkan guru harus menguasai teknik mengajukan pertanyaan yang cerdas, baik keterampilan bertanya dasar maupun keterampilan bertanya lanjut

Kedua, keterampilan memberi penguatan. Seorang guru perlu menguasai keterampilan memberikan penguatan karena penguatan merupakan dorongan bagi siswa untuk meningkatkan perhatian.

Ketiga, keterampilan mengadakan variasi, baik variasi dalam gaya mengajar, penggunaan media dan bahan pelajaran, dan pola interaksi dan kegiatan

Keempat, keterampilan menjelaskan yang mensyaratkan guru untuk merefleksi segala informasi sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Setidaknya, penjelasan harus relevan dengan tujuan, materi, sesuai dengan kemampuan dan latar belakang siswa, serta diberikan pada awal, tengah, ataupun akhir pelajaran sesuai dengan keperluan.

Kelima, keterampilan membuka dan menutup pelajaran. Dalam konteks ini, guru perlu mendesain situasi yang beragam sehingga kondisi kelas menjadi dinamis.

Keenam, keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil. Hal terpenting dalam proses ini adalah mencermati.aktivitas siswa dalam diskusi.

Ketujuh, keterampilan mengelola kelas, mencakupi keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal, serta pengendalian kondisi belajar yang optimal.

Kedelapan, keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan, yang mensyaratkan guru agar mengadakan pendekatan secara pribadi, mengorganisasi-kan, membimbing dan memudahkan belajar, serta merencanakan dan melaksana-kan kegiatan belajar-mengajar.

sumber : Buku Pengelolaan Kelas/Drs. ade rukmana, Asep sunary S.Pd, Mpd.

By. Wahidin | http://makalahkumakalahmu.wordpress.com

Minggu, 21 Juni 2009

Hasil UAN SDN 1 Tilote Kabupaten Gorontalo

Dengan penuh rasa suka bercampur haru, akhirnya siswa SDN 1 Tilote Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo mengetahui hasil UAN TP 2008-2009 yang selama ini dinanti-nantikan. Pengumuman Hasil UAN dihadiri oleh orang tua atau wali murid dan Ketua Komite Kasim Mohune, BA serta beberapa Tokoh Masyarakat bersama Pemerintah setempat.

Hari ini Senin 22 Juni 2009 Kepala SDN 1 Tilote Nur Alfian Hs. Maku, S.Pd didampingi Staf Dewan Guru mengumumkan hasil UAN di SDN 1 Tilote yang lulus 100%. Sebelumnya Kepala Sekolah memberitahukan bahwa 2 orang siswa yang telah pindah ke SDN Molopatodu telah mengikuti Ujian Akhir Nasional di sekolah tersebut.

Berikut Daftar Kolektif Hasil Ujian Nasional untuk SDN 1 Tilote

Jumat, 19 Juni 2009

MODEL PEMBELAJARAN AFEKTIF

Belajar dipandang sebagai upaya sadar seorang individu untuk memperoleh perubahan perilaku secara keseluruhan, baik aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Namun hingga saat ini dalam praktiknya, proses pembelajaran di sekolah tampaknya lebih cenderung menekankan pada pencapaian perubahan aspek kognitif (intelektual), yang dilaksanakan melalui berbagai bentuk pendekatan, strategi dan model pembelajaran tertentu. Sementara, pembelajaran yang secara khusus mengembangkan kemampuan afektif tampaknya masih kurang mendapat perhatian. Kalaupun dilakukan mungkin hanya dijadikan sebagai efek pengiring (nurturant effect) atau menjadi hidden curriculum, yang disisipkan dalam kegiatan pembelajaran yang utama yaitu pembelajaran kognitif atau pembelajaran psikomotor.

Secara konseptual maupun emprik, diyakini bahwa aspek afektif memegang peranan yang sangat penting terhadap tingkat kesuksesan seseorang dalam bekerja maupun kehidupan secara keseluruhan. Meski demikian, pembelajaran afektif justru lebih banyak dilakukan dan dikembangkan di luar kurikulum formal sekolah. Salah satunya yang sangat populer adalah model pelatihan kepemimpinan ESQ ala Ari Ginanjar.

Pembelajaran afektif berbeda dengan pembelajaran intelektual dan keterampilan, karena segi afektif sangat bersifat subjektif, lebih mudah berubah, dan tidak ada materi khusus yang harus dipelajari. Hal-hal diatas menuntut penggunaan metode mengajar dan evaluasi hasil belajar yang berbeda dari mengajar segi kognitif dan keterampilan. Ada beberapa model pembelajaran afektif. Merujuk pada pemikiran Nana Syaodih Sukmadinata (2005) akan dikemukakan beberapa model pembelajaran afektif yang populer dan banyak digunakan.

1. Model Konsiderasi
Manusia seringkali bersifat egoistis, lebih memperhatikan, mementingkan, dan sibuk dan sibuk mengurusi dirinya sendiri. Melalui penggunaan model konsiderasi (consideration model) siswa didorong untuk lebih peduli, lebih memperhatikan orang lain, sehingga mereka dapat bergaul, bekerja sama, dan hidup secara harmonis dengan orang lain.

Langkah-langkah pembelajaran konsiderasi:
(1) menghadapkan siswa pada situasi yang mengandung konsiderasi,
(2) meminta siswa menganalisis situasi untuk menemukan isyarat-isyarat yang tersembunyi berkenaan dengan perasaan, kebutuhan dan kepentingan orang lain,
(3) siswa menuliskan responsnya masing-masing,
(4) siswa menganalisis respons siswa lain,
(5) mengajak siswa melihat konsekuesi dari tiap tindakannya,
(6) meminta siswa untuk menentukan pilihannya sendiri.

2. Model Pembentukan Rasional
Dalam kehidupannya, orang berpegang pada nilai-nilai sebagai standar bagi segala aktivitasnya. Nilai-nilai ini ada yang tersembunyi, dan ada pula yang dapat dinyatakan secara eksplisit. Nilai juga bersifat multidimensional, ada yang relatif dan ada yang absolut. Model pembentukan rasional (rational building model) bertujuan mengembangkan kematangan pemikiran tentang nilai-nilai.

Langkah-langkah pembelajaran rasional:
(1) menigidentifikasi situasi dimana ada ketidakserasian atu penyimpangan tindakan,
(2) menghimpun informasi tambahan,
(3) menganalisis situasi dengan berpegang pada norma, prinsip atu ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam masyarakat,
(4) mencari alternatif tindakan dengan memikirkan akibat-akibatnya,
(5) mengambil keputusan dengan berpegang pada prinsip atau ketentuen-ketentuan legal dalam masyarakat.

3. Klarifikasi Nilai
Setiap orang memiliki sejumlah nilai, baik yang jelas atau terselubung, disadari atau tidak. Klarifikasi nilai (value clarification model) merupakan pendekatan mengajar dengan menggunakan pertanyaan atau proses menilai (valuing process) dan membantu siswa menguasai keterampilan menilai dalam bidang kehidupan yang kaya nilai. Penggunaan model ini bertujuan, agar para siswa menyadari nilai-nilai yang mereka miliki, memunculkan dan merefleksikannya, sehingga para siswa memiliki keterampilan proses menilai.

Langkah-langkah pembelajaran klasifikasi nilai:
(1) pemilihan: para siswa mengadakan pemilihan tindakan secara bebas, dari sejumlah alternatif tindakan mempertimbangkan kebaikan dan akibat-akibatnya,
(2) mengharagai pemilihan: siswa menghargai pilihannya serta memperkuat-mempertegas pilihannya,
(3) berbuat: siswa melakukan perbuatan yang berkaitan dengan pilihannya, mengulanginya pada hal lainnya.

4. Pengembangan Moral Kognitif
Perkembangan moral manusia berlangsung melalui restrukturalisasi atau reorganisasi kognitif, yang yang berlangsung secara berangsur melalui tahap pra-konvensi, konvensi dan pasca konvensi. Model ini bertujuan membantu siswa mengembangkan kemampauan mempertimbangkan nilai moral secara kognitif.

Langkah-langkah pembelajaran moral kognitif:
(1) menghadapkan siswa pada suatu situasi yang mengandung dilema moral atau pertentangan nilai,
(2) siswa diminta memilih salah satu tindakan yang mengandung nilai moral tertentu,
(3) siswa diminta mendiskusikan/ menganalisis kebaikan dan kejelekannya,
(4) siswa didorong untuk mencari tindakan-tindakan yang lebih baik,
(5) siswa menerapkan tindakan dalam segi lain.

5. Model Nondirektif
Para siswa memiliki potensi dan kemampuan untuk berkembang sendiri. Perkembangan pribadi yang utuh berlangsung dalam suasana permisif dan kondusif. Guru hendaknya menghargai potensi dan kemampuan siswa dan berperan sebagai fasilitator/konselor dalam pengembangan kepribadian siswa. Penggunaan model ini bertujuan membantu siswa mengaktualisasikan dirinya.

Langkah-langkah pembelajaran nondirekif:
(1) menciptakan sesuatu yang permisif melalui ekspresi bebas,
(2) pengungkapan siswa mengemukakan perasaan, pemikiran dan masalah-masalah yang dihadapinya,guru menerima dan memberikan klarifikasi,
(3) pengembangan pemahaman (insight), siswa mendiskusikan masalah, guru memberikan dorongan,
(4) perencanaan dan penentuan keputusan, siswa merencanakan dan menentukan keputusan, guru memberikan klarifikasi,
(5) integrasi, siswa memperoleh pemahaman lebih luas dan mengembangkan kegiatan-kegiatan positif.

Komentar
Kami sependapat dengan model pembelajaran yang disebutkan pada artikel tersebut. Dalam bidang pendidikan terdapat pasangan afektif, kognitif dan konatif. Ketiga pasangan ini menghasilkan akhlak, moral dan psikomotorik, yang semuanya berarti perbuatan atau tingkah laku. Dalam bidang pendidikan sering disebut pendidikan moral, pendidikan budi pekerti (tingkah laku) dan pendidikan akhlak.

Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan oleh guru saat ini masih mempunyai beberapa kekurangan. Salah satu persoalan yang cukup mendasar yang dihadapi oleh para pendidik adalah bagaimana menerapkan standar penilaian yang baku terhadap aspek-aspek yang terkait dengan kemampuan afektif anak didik.

Menurut Djahiri (1980: 3), orientasi Kurikulum 1994 lebih menonjolkan sisi kognitif dan psikomotorik tanpa pernah mempersoalkan sisi kecerdasan lain para anak didik. Kecerdasan dan potensi akademik hanya diukur dari sejauh mana anak didik menguasai materi-materi pelajaran yang dijejalkan pada benak pikiran mereka. Seringkali aspek afektif yang sudah diterapkan dalam pembelajaran tidak dilakukan secara proporsional. Hal ini membuat metode pengajaran yang digunakan terasa monoton dan tidak berkembang. Oleh karena itu, diperlukan metode-metode pengajaran yang juga memperhatikan perkembangan afektif peserta dan mengkombinasikannya dengan perkembangan kognitif dan psikomotorik.

Sumber : http://www.pdf-search-engine.com

Kamis, 18 Juni 2009

Nasihat FBI bagi orangtua yang anaknya mengakses Internet

anak online fbi guides 150x150 Nasihat FBI bagi orangtua yang anaknya mengakses Internet

Saran dan panduan dari Federal Bureau of Investigation atau FBI untuk para orangtua dalam menjaga anak-anak mereka agar aman saat mengakses Internet. Ditulis oleh Louis J. Freeh, mantan Direktur FBI, yang intisarinya dikutip Blog Berita dari situs FBI.

Apakah tanda-tanda anak anda berisiko jadi korban saat online di Internet?

Anak Anda menghabiskan banyak waktu untuk online, terutama pada malam hari.

Anda menemukan pornografi anak di komputer.

Anak Anda menerima panggilan telepon dari orang yang tidak Anda dikenal, atau membuat panggilan, terkadang jarak jauh, untuk nomor-nomor yang tidak dikenal.

Anak Anda tiba-tiba mematikan komputer atau perubahan cepat pada layar monitor ketika Anda datang ke dalam kamar.

Anak anda melihat gambar porno atau yang jelas-jelas bersifat percakapan seksual yang tidak ingin Anda lihat pada layar komputernya.

Anak Anda sering menyendiri di rumah dan mengasingkan diri dari anggota keluarga lainnya.

Anak anda memakai akun online yang sama dengan orang lain, misalnya seperti email yang sama.

Apa yang harus anda lakukan bila mencurigai anak anda sedang jadi korban penjahat seksual lewat Internet?

Berbicaralah dengan terbuka pada mereka, jelaskan apa bahaya dari Internet.

Teliti file-file apa saja di dalam komputernya. Bila anda tidak paham, tanyakan orang lain yang mengerti komputer dan Internet.

Aktifkanlah fitur “caller ID” pada telepon di rumah agar anda bisa melihat nomor mana saja yang menelepon anak anda.

Setelah anak anda selesai menelepon seseorang, tekanlah tombol redial.

Pantaulah kegiatan komunikasi anak anda di Internet, termasuk lewat fasilitas chatting di room, email, dan mIRC.

Apa yang perlu anda lakukan untuk mengurangi risiko anak-anak anda jadi korban kejahatan online?

Temanilah anak anda berinternet. Tunjukkan padanya situs-situs apa saja dan fasilitas apa saja di Internet yang baik dan bermanfaat baginya.

Tempatkan komputer di ruangan yang terbuka di rumah anda, seperti di ruang keluarga, bukan dalam kamar pribadi anak anda.

Blokir situs-situs porno dan software tertentu di komputer anak anda.

Ajari anak anda hal-hal bermanfaat di Internet. Ada banyak hal baik yang bisa diperoleh dari Internet, bukan cuma chatting.

Minta anak anda melakukan hal-hal ini saat berinternet:

  • Jangan sesekali mau bertemu langsung dengan teman cyber mereka.
  • Jangan pernah memasukkan atau mengirim foto pribadi ke Internet terutama pada orang-orang yang tidak dikenal betul.
  • Jangan jujur memberikan nama, alamat rumah, sekolah, atau nomor telepon kepada teman baru di Internet.
  • Katakan bahwa apa-apa yang dikatakan teman baru mereka di Internet belum tentu benar.

Anak saya menerima iklan via email dari situs porno, bagaimana ini?

Pada umumnya negara bagian, mengirim iklan porno lewat surat elektronik bukanlah kejahatan dan tidak melanggar hukum setempat. Di beberapa negara bagian ada juga yang melarang email seperti itu dikirim kepada anak berusia di bawah 18 tahun. Anda boleh mengadukan masalah ini kepada anggota DPRD dan pemerintah setempat supaya mereka membahasnya dan mencari solusi.

Apakah perlu saya melarang anak-anak mengakses Internet?

Yang perlu anda lakukan adalah mengajari dan memantau kegiatan mereka saat online. Dengan demikian anak anda bisa memperoleh banyak informasi bermanfaat dari kegiatan online di Internet.

Artikel ini diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia dengan memakai program penerjemah otomatis Google. Bila ingin menerjemahkan artikel-artikel Blog Berita ke dalam bahasa Inggris, Arab, Cina, dan bahasa asing lainnya, silakan klik salah satu artikel lalu pilih menu bahasa pada widget GOOGLE TRANSLATE di sisi kanan web ini. Hasil terjemahannya tidak akan sempurna, banyak kesalahan tata-bahasa dan kata-kata yang belum tercantum dalam basis data Google Translate, tetapi Google memberikan kesempatan bagi pembaca untuk memperbaiki, yaitu dengan cara menyorot bagian kalimat yang ingin diperbaiki dengan tetikus lalu memilih tombol Contribute a Better Translation.

Sumber : http://blogberita.net

Rabu, 17 Juni 2009

Pendidikan Indonesia Terbaik di Dunia?

Pendidikan terbaik di dunia? Bukan Harvard, bukan Amerika, juga bukan Inggris, apalagi Indonesia — melainkan Finlandia, negeri yang paling tidak korup di muka bumi ini. Hebatnya, Finlandia tak cuma jagoan mendidik anak-anak “normal,” tapi juga unggul dalam pendidikan bagi anak-anak yang lemah mental. Pendek kata, Finlandia berhasil membuat seluruh anak didiknya cerdas — tak peduli yang normal atau yang lemah mental.

Finlandia mengalahkan 40 negara lain di dunia berdasar survei PISA yang dilakukan oleh OECD tahun 2003. Tes komprehensif dilakukan melalui pengukuran kemampuan mathematics, reading, science, dan problem solving yang nantinya ditujukan untuk peningkatan kualitas sistem pendidikan. Tes ini dilakukan per tiga tahun — tes terakhir dilakukan pada tahun 2006 dan hasilnya baru akan keluar akhir 2007. Mau tahu di mana posisi Indonesia?

Perolehan Skor

Mathematics (rata-rata 484,84)

  • Hong Kong-China (550,38)
  • Finlandia (544,29)
  • Korea Selatan (542,23)
  • Belanda (537,82)
  • Liechenstein (535,80)
  • …..
  • …..
  • Brazil (356,02)
  • Tunisia (358,73)
  • Indonesia (360,16)
  • Mexico (385,22)
  • Thailand (416,98)

Reading (rata-rata 480,22)

  • Finlandia (543,46)
  • Korea Selatan (534,09)
  • Kanada (527,91)
  • Australia (525,43)
  • Liechtenstein (525,08)
  • …..
  • …..
  • Tunisia (374,62)
  • Indonesia (381,59)
  • Mexico (399,72)
  • Brazil (402,80)
  • Serbia (411,74)

Science (rata-rata 487,77)

  • Finlandia (548,23)
  • Jepang (547,64)
  • Hong Kong-China (539,50)
  • Korea Selatan (538,43)
  • Liechtenstein (525,18)
  • …..
  • …..
  • Tunisia (384,68)
  • Brazil (389,62)
  • Indonesia (395,04)
  • Mexico (404,90)
  • Thailand (429,06)

Problem Solving (rata-rata 485,20)

  • Korea Selatan (550,43)
  • Hong Kong-China (547,89)
  • Finlandia (547,61)
  • Jepang (547,28)
  • Selandia Baru (532,79)
  • …..
  • …..
  • Tunisia (344,74)
  • Indonesia (361,42)
  • Brazil (370,93)
  • Meksiko (384,39)
  • Turki (407,53)

Skor Total (rata-rata 484,51)

  • Finlandia (545,90)
  • Korea Selatan (541,29)
  • Hong Kong-China (536,83)
  • Jepang (531,79)
  • Liechtenstein (528,87)
  • …..
  • …..
  • Tunisia (365,69)
  • Indonesia (374,55)
  • Brazil (379,84)
  • Meksiko (393,56)
  • Thailand (422,73)


Resep Sukses Finlandia

Dari segi anggaran, Finlandia agak sedikit lebih tinggi dari negara lain — walau bukan yang tertinggi. Kegiatan sekolah juga hanya 30 jam per minggu. Tapi guru-guru di Finlandia adalah pilihan dengan kualitas terbaik. Untuk menjadi guru jauh lebih ketat persaingannya ketimbang melamar Fakultas Hukum atau Kedokteran. Guru juga diberi kebebasan dalam kurikulum, text-book, hingga metode pengajaran dan evaluasi.

Sistem pendidikan Finlandia memang unik. Remedial tidak dianggap sebagai kegagalan tapi untuk perbaikan. Orientasi dibuat untuk tujuan-tujuan yang harus dicapai. Penekanan ada di proses, bukan hasil. PR dan ujian tak musti dikerjakan dengan sempurna — yang penting murid menunjukkan adanya usaha. Ujian justru dipandang sebagai penghancur mental siswa.

Sejak awal, murid diajari bertanggung jawab mengevaluasi dirinya sendiri. Mereka didorong untuk bekerja secara independen. Guru tidak mesti selalu mengontrol mereka. Proses pembelajaran berjalan dua arah. Suasana sekolah boleh dibilang jadi lebih cair, fleksibel, dan menyenangkan. Namun efektif.

Guru juga tak pernah mengkritik murid yang justru dinilai membuat murid malu dan menghambat proses pembelajaran itu sendiri. Murid “boleh” berbuat kesalahan, namun guru akan memintanya untuk membandingkan dengan hasil sebelumnya. Memang tak ada sistem ranking di sini sehingga siswa merasa confident dan nyaman terhadap dirinya. Ranking dipandang hanya membuat guru berfokus pada murid-murid terbaik saja, bukan ke seluruh murid.

Finlandia sukses menggabungkan kompetensi guru yang tinggi, kesabaran, toleransi dan komitmen pada keberhasilan melalui tanggung jawab pribadi. Di Finlandia, perbedaan antara murid berprestasi baik dan murid yang kurang sangatlah kecil. Kata seorang guru di Finlandia, “Kalau saya gagal dalam mengajar seorang murid, maka itu berarti ada yang tidak beres dengan pengajaran saya!”

Sedangkan di Indonesia malah ada sejumlah guru dan kepala sekolah yang dengan bangga tidak menaikkelaskan anak didiknya. Gagal mendidik kok bangga.

Pendidikan di Indonesia

Menikmati pendidikan belasan tahun di Indonesia membuat saya miris. Penilaian berorientasi hasil, bukan proses. Pembinaan mengabaikan EQ dan SQ. Isinya hafalan, cara cepat membabat soal, dan “ilmu” yang ketika diingat malah makin membuat lupa — tanpa penekanan soal pemikiran kritis dan pembentukan sikap mental positif. Trilogi dasar aspek pendidikan kognitif-psikomotor-afektif (sengaja?) diabaikan.

Di Indonesia, kualitas guru di Indonesia juga masih (maaf) memprihatinkan. Lulusan sekolah menengah yang jempolan biasanya lari ke tempat yang mentereng: Ilmu Kedokteran, Teknik, Ekonomi, dan sebagainya. Praktis, mereka yang masuk Ilmu Pendidikan adalah “sisa” yang gagal bersaing masuk ke jurusan elit.

Contoh lain adalah UAN yang baru saja lewat beberapa waktu lalu. Sesuai PP 19/2005, UAN adalah indikator kelulusan. Namun banyak yang menilai UAN tak bermanfaat karena hanya mengkondisikan penyelewengan — demi anak didik dan sekolah terangkat citranya. Guru, kepala sekolah, dan bahkan pejabat daerah terlibat jadi tim sukses. Passing grade ditetapkan, tapi sarana, prasarana, dan sumberdaya belum terkondisikan. Begitu hasil jeblok, segala cara agar murid lulus, bukan dengan introspeksi. We want to look good, but didn’t want to be really good.

Sebagian menyayangkan jerih payah tiga tahun hanya ditentukan dalam tiga hari. Banyak murid cerdas diterima SPMB Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru, tapi gagal dalam UAN. Murid cerdas justru terbebani mentalnya. Apalagi, andaikata tak lulus, mereka musti mengulang Paket C yang prestisenya kalah jauh. Dorongan belajar pada akhirnya justru sulit dibangkitkan dan hasil maksimal mustahil diperoleh.

Di sisi lain, kualitas pendidikan memang sedemikian rendahnya. Dengan passing grade yang cukup rendah dibanding negara tetangga, masih banyak juga yang tidak lulus. Ketika ada wacana untuk menaikkan standar, protes di sana-sini. Solusinya? Mungkin kembalikan saja ke sistem Ebtanas lama yang dirasa lebih “fair” dan tidak mengundang banyak masalah — sembari menunggu format UAN yang benar-benar pas buat negeri ini.

Atau, sebelum UAN, misalnya sekolah mengadakan seleksi intern sehingga hanya benar-benar murid yang siap yang bisa mengikuti UAN. Atau, UAN dilakukan dengan beberapa passing grade: yang nilainya sekian bisa mendaftar S1, yang sekian hanya bisa mendaftar diploma, yang kurang bisa mengulang tahun depan. Di Singapura, hanya murid tertentu yang qualified yang bisa lanjut S1, sementara sisanya masuk ke program diploma/poltek (atau TAFE kalau di Australia).

Atau, mencontek di negara maju, murid yang lulus UAN mendapat ijasah UAN, sementara yang tidak hanya memperoleh ijasah sekolah atau tanda tamat belajar. Di Inggris misalnya, setelah pendidikan wajib 16 tahun, murid bisa langsung kerja atau ambil A-Level selama dua tahun untuk persiapan kuliah. Di akhir program ada tes nasional dimana murid yang mendapat nilai A pada mata pelajaran utama bisa langsung masuk universitas favorit seperti Oxford, Cambridge, Imperial College, dan sebagainya.

Yang jelas, jika KBK/KTSP diterapkan, kita semua musti konsisten. Evaluasi harus berdasarkan proses. UAN tak perlu dipaksakan sebagai penentu kelulusan. Tapi sejauh mana kesiapan kita (terutama di daerah) untuk menerapkannya? Itu PR kita bersama.

Conclusion

Asumsikan 1 persen dari jumlah warga negara adalah jenius, maka “seharusnya” ada 2,2 juta orang berbakat di Indonesia. Masalahnya, bagaimana menemukan mereka, mengasah mereka, memberi mereka kesempatan, supaya mereka bisa mengembangkan potensinya. Indonesia bagus di fisika dan matematika. Indonesia juga jagoan badminton. Ada juga Crhisjon yang jago tinju. Ada juga anak pedagang rokok yang meraih juara dunia catur. Ada juga yang bisa menemukan ion motion control di elektrolit. Patut disayangkan mengapa pemerintah masih cuek dan belum piawai dalam mengasah intan mutu manikam.

Hipotesis sementara saya, pendidikan informal (dalam hal ini keluarga) masih jadi unsur terpenting untuk membentuk pribadi yang unggulan selama pemerintah belum mampu membangun sistem pendidikan yang benar-benar mumpuni. Keluarga jugalah yang jadi benteng melawan budaya instan dan pengaruh negatif lingkungan. Dan hipotesis alternatif saya, murid-murid SMP-SMA tak seburuk yang ditulis di media. Pengaruh 18.00-21.00 yang jauh lebih kuat daripada masa studi 7.00-13.00 juga jadi salah satu faktor yang mendistorsi kualitas mereka sebenarnya. Wajar kalau di Finlandia, sewaktu istirahat para guru dan muridnya bermain LEGO robotic. Sementara di Indonesia, murid-murid lebih suka ngerokok, pacaran, atau tawuran sewaktu istirahat.

Anyway, sekadar cerita di sebuah rumah sakit umum di Los Angeles, ada dua kamar bersalin yang saling bersebelahan. Yang satu adalah kamar VIP sementara kamar di sebelahnya kelas ekonomi dimana pasiennya negro. Hebatnya, semua diperlakukan dengan standar yang sama. Dokter dan suster melayani dengan tulus, menyambut kelahiran dengan bahagia, dan langsung menguruskan dokumen kelahirannya. Pemerintah federal juga memberikan susu dan makanan bayi selama 3 tahun. Kata mereka, “orang tuanya sih boleh miskin dan uneducated, tapi si jabang bayi ini nggak boleh miskin dan nggak boleh uneducated.”

sources by. http://www.sma6-padang.sch.id

Sabtu, 13 Juni 2009

Tujuh Hukum Mengajar

Jadilah Guru yang Baik

John Milthon Gregory merupakan penulis buku yang terkenal tentang Tujuh Hukum Mengajar. Inilah beberapa petunjuk yang perlu dipersiapkan oleh seorang guru yang baik.

  1. Persiapkan bahan pelajaran dengan mempelajarinya berulang-ulang. Jangan mengandalkan bahwa kita sudah pernah mempelajarinya karena apa yang kita ketahui dahulu pasti sebagian sudah terhapus dari ingatan kita.
  2. Carilah urutan yang logis dari tiap bagian dalam pelajaran yang dipersiapkan tersebut. Setiap pelajaran selalu berangkat dari pengertian-pengertian dasar yang sederhana baru ke tingkat pengertian yang tinggi. Pelajari urut-urutan yang logis dari pelajaran yang dipersiapkan tersebut sampai terwujud suatu pengertian yang dapat saudara uraikan dengan kata-kata sendiri.
  3. Carilah analogi atau ilustrasi untuk mempermudah penjelasan fakta-fakta dan prinsip-prinsip yang sulit dimengerti oleh siswa. Khususnya prinsip-prinsip abstrak.
  4. Carilah hubungan antara apa yang diajarkan dan kehidupan sehari-hari siswa. Hubungan-hubungan inilah yang akan menentukan nilai praktis penerapan dari pelajaran itu.
  5. Gunakan sebanyak mungkin sumber referensi berupa buku-buku atau bahan-bahan yang sesuai, tetapi pahami dahulu sebaik-baiknya sebelum menyampaikan kepada siswa.
  6. Harap diingat bahwa lebih baik mengerti sedikit, tetapi benar-benar mantap daripada mengetahui banyak, tetapi kurang mendalam.
  7. Sediakan waktu yang khusus untuk mempersiapkan tiap pelajaran sebelum berdiri di depan kelas. Dengan persiapan matang, kita akan semakin menguasai pengetahuan dan gambaran apa yang diajarkan akan semakin jelas.
Sumber: John Milthon Gregory. Tujuh Hukum Mengajar

By. Wahidin | http://makalahkumakalahmu.wordpress.com

Jumat, 12 Juni 2009

Memaksimalkan Peran Pengawas Pendidikan

PERATURAN Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan menjelaskan bahwa pengawasan pada pendidikan formal dilakukan oleh pengawas pendidikan (pasal 39 ayat 1). Sedang untuk pendidikan non formal dilakukan oleh penilik satuan pendidikan (pasal 40 ayat 1). Peran pengawas lebih jelas lagi setelah keluar peraturan menteri pendidikan nasional (Permendiknas) nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah.

Secara umum, pengawas harus memiliki kompetensi kepri-badian, kompetensi supervisi manajerial, supervisi akademik, evaluasi pendidikan, penelitian pengembangan dan kompetensi sosial.

Kompetensi kepribadian di antaranya memiliki tanggung jawab sebagai pengawas satuan pendidikan, kreatif dalam bekerja dan memecahkan masalah baik yang berkaitan dengan kehidupan pribadinya maupun tugas-tugas jabatannya. Kemampuan supervisi manajerial di antaranya menguasai metode, teknik dan prinsip-prinsip supervisi, menyusun program kepengawasan, menyusun metode kerja dan instrumen yang diperlukan, menyusun laporan, membina kepala sekolah dan guru dalam pengelolaan pendidikan berdasar manajemen peningkatan mutu serta mendorong guru dan kepala sekolah dalam merefleksikan hasil-hasil yang dicapainya serta memantau pelaksanaan standar nasional pendidikan.

Kompetensi supervisi akademik cakupannya cukup luas antara lain memahami konsep, prinsip dan teori dasar, kecenderungan perkembangan tiap mata pelajaran, membimbing guru baik perencanaan pembelajaran, pelaksanaan, mengelola media, pemilihan metode pembelajaran, serta memotivasi guru untuk memanfaatkan teknologi informasi dalam pembelajaran. Kompetensi evaluasi pendidikan antara lain menyusun kriteria dan indikator keberhasilan pendidikan dan pembelajaran, menilai kinerja kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan tugas, mengolah dan menganalisis hasil penilaian kinerja kepala sekolah dan guru serta membina dalam memanfaatkan hasil penilaian untuk kepentingan pendidikan.

Kompetensi penelitian pengembangan di antaranya menguasai berbagai metode penelitian, menentukan masalah kepeng-awasan, menyusun proposal penelitian pendidikan, melaksanakan penelitian, menulis karya tulis ilmiah, menyusun panduan buku/modul dan memberikan bimbingan kepada guru dan kepala sekolah tentang penelitian tindakan kelas. Kompetensi sosial antara lain mampu bekerjasama dengan pihak-pihak yang terkait dalam rangka meningkatkan kualitas diri dan mutu pendidikan secara umum, aktif dalam asosiasi pengawas satuan pendidikan dsb.

Era Otonomi Daerah
Selama ini, ada kesan peng-awas sebagai polisi internal dunia pendidikan. Akibatnya banyak kepala sekolah dan guru yang ketakutan. Di era otonomi daerah, posisi pengawas berbeda dengan masa lalu. Saat ini tugas pokok pengawas adalah memotret kondisi pendidikan di wilayahnya serta mau membenahi dan membimbing satuan-satuan pendidikan yang memerlukan. Dari fakta ini, maka tidak aneh bila posisi pengawas sering mendapat label KKO (kanggo-kanggo ora).

Dalam rangka pemberdayaan peran pengawas, lahirlah surat edaran (SE) Mendiknas No 150/MPN/LK/2007 tentang fasilitas akademik pengawas dalam rangka akselerasi mutu pendidikan. SE Mendiknas ini ditujukan kepada seluruh bupati/wali kota dalam rangka pemenuhan sarana akademik bagi pengawas pendidikan di wilayahnya. Idealnya pengawas pendidikan harus memiliki ruang kantor, ruang pertemuan, pusat sumber belajar, ruang pengolahan data, sarana komputer dan internet. Selain itu dalam rangka mendukung tugas di daerah terpencil pengawas sangat membutuhkan sarana transportasi.

Sarana dan prasarana akademik di atas, dalam rangka memperlancar tugas dan peningkatan kinerja serta untuk meningkatkan kredibilitas pengawas. Bila hal ini terpenuhi, pengawas akan bangga dengan jabatannya, lebih percaya diri dan dapat mendukung profesionalitas serta martabat pengawas tersebut. Unsur pengawas dalam aktivitas apa saja sebenarnya sangat penting. Karena belum dioptimalkan, maka seakan-akan pengawas pendidikan hanya sekadar pelengkap dan KKO tersebut.

Untuk memenuhi kebutuhan sarana akademik pengawas, pemerintah daerah (Pemda) dapat membangun gedung baru, memanfaatkan sarana yang telah ada, merevitalisasi gedung yang selama ini tidak dimanfaatkan dsb. Setiap pemda memiliki model dan strategi yang berbeda-beda dalam pemenuhan sarana tersebut. Kepedulian pemda sa-ngat dinanti oleh komunitas peng-awas pendidikan seantero negeri ini. Selama ini kadang ada orang begitu sinis pada jabatan pengawas ini, padahal setelah direnung secara mendalam pengawas itu memiliki beban moral yang tidak ringan tentang peningkatan mutu pendidikan di wilayahnya.

Akibat pemahaman yang belum jelas oleh pihak manapun tentang pengawas, maka jabatan ini sering disebut tempat penampungan dan seakan-akan hanya pelengkap sistem pendidikan di negeri ini. Kita tidak perlu prasangka buruk pada komunitas yang belum paham, yang jelas pengawas sangat membutuhkan sarana akademik dalam rangka peningkatan kinerjanya. Pengawas sangat perlu dioptimalkan dalam rangka ikut cawe-cawe meningkatkan mutu pendidikan yang terpuruk ini.

Perhatian yang serius dari pemerintah daerah sangat dinanti oleh pengawas dalam rangka ikut memotret dan sekaligus pembimbingan pelaksanaan pendidikan. Melalui pengoptimalan peran pengawas dalam bekerja diharapkan mutu pendidikan dapat meningkat dari posisi saat ini. Amiin! (*)

*Oleh : Sri Eriyadi
Sumber : RadarSemarang.com

Selasa, 09 Juni 2009

Kompetensi Pengawas Satuan Pendidikan

NODIMENSI KOMPETENSI

KOMPETENSI UTAMA

A.Kepribadian

  1. Menyadari akan tugas dan tanggungjawabnya sebagai pengawas satuan pendidikan yang professional.
  2. Kreatif dalam bekerja dan memecahkan masalah baik yang berkaitan dengan kehidupan pribadinya maupun tugas-tugas profesinya.
  3. Memiliki rasa ingin tahu akan hal-hal baru tentang pendidikan dan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang menunjang profesinya.
  4. Menumbuhkan motivasi kerja pada dirinya dan pada stakeholder sekolah.

B. Supervisi Manajerial

  1. Menguasai metode, teknik dan prinsipprinsip supervisi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
  2. Menyusun program kepengawasan berdasarkan visimisi-tujuan dan program sekolah-sekolah binaannya.
  3. Menyusun metode kerja dan berbagai instrumen yang diperlukan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi pengawasan.
  4. Membina kepala sekolah dalam mengelola satuan pendidikan berdasarkan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS).
  5. Membina kepala sekolah dalam melaksanakan administrasi satuan pendidikan meliputi administrasi kesiswaan, kurikulum dan pembelajaran, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan, keuangan,lingkungan sekolah dan peran serta masyarakat.
  6. Membantu kepala sekolah dalam menyusun indikator keberhasilan mutu pendidikan di sekolah.
  7. Membina staf sekolah dalam melaksanakan tugas pokok dan tanggung jawabnya. Memotivasi pengembangan karir kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainnya sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.
  8. Menyusun laporan hasil-hasil pengawasan pada sekolah-sekolah binaannnya dan menindak lanjutinya untuk perbaikan mutu pendidikan dan program pengawasan berikutnya.
  9. Mendorong guru dan kepala sekolah untuk menemukan kelebihan dan kekurangan dalam melaksanakan tugas pokoknya.
  10. Menjelaskan berbagai inovasi dan kebijakan pendidikan kepada guru dan kepala sekolah.
  11. Memantau pelaksanaan inovasi dan kebijakan pendidikan pada sekolah-sekolah binaannya.

C. Supervisi Akademik

  1. Memahami konsep, prinsip, teori dasar, karakteristik, dan kecenderungan perkembangan bidang ilmu yang menjadi isi tiap bidang pengembangan/mata pelajaran SD/mata pelajaran sekolah menengah yang termasuk dalam rumpunnya.
  2. Memahami konsep, prinsip, teori/teknologi, karakteristik, dan kecenderungan perkembangan proses pembelajaran tiap bidang pengembangan/mata pelajaran SD/mata pelajaran sekolah menengah yang termasuk dalam rumpunnya.
  3. Membimbing guru dalam menentukan tujuan pendidikan yang sesuai, berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar tiap bidang pengembangan/mata pelajaran SD/mata pelajaran sekolah menengah yang termasuk dalam rumpunnya.
  4. Membimbing guru dalam menyusun silabus tiap bidang pengembangan/ mata pelajaran SD/mata pelajaran sekolah menengah yang termasuk rumpunnya berlandaskan standar isi, standar kompetensi dan kompetensi dasar, dan prinsipprinsip pengembangan KTSP.
  5. Menggunakan berbagai pendekatan/metode/ teknik dalam memecahkan masalah pendidikan dan pembelajaran tiap bidang pengembangan/mata pelajaran SD/mata pelajaran sekolah menengah yang
  6. termasuk dalam rumpunnya.
  7. Membimbing guru dalam memilih dan menggunakan startegi/metode/teknik pembelajaran yang dapat mengembangkan berbagai potensi peserta didik melalui bidang pengembangan/mata pelajaran SD/mata pelajaran sekolah menengah yang termasuk dalam rumpunnya.
  8. Membimbing guru dalam menyusun rencana pembelajaran (RPP) untuk tiap bidang kengembangan/mata pelajaran SD/mata pelajaran sekolah menengah yang termasuk dalam rumpunnya.
  9. Membimbing guru dalam memilih dan menggunakan media pendidikan yang sesuai untuk menyajikan isi tiap bidang pengembangan/mata pelajaran SD/mata pelajaran sekolah menengah yang termasuk dalam rumpunnya.
  10. Memotivasi guru untuk memanfaatkan teknologi informasi untuk pembelajaran tiap bidang pengembangan/mata pelajaran SD/mata pelajaran sekolah menengah yang termasuk dalam rumpunnya.
  11. Membimbing guru dalam melaksanakan strategi/metode/teknik pembelajaran yang telah direncanakan untuk tiap bidang pengembangan/ mata pelajaran SD/mata pelajaran sekolah menengah yang termasuk dalam rumpunnya.
  12. Membimbing guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran (di kelas, laboratorium, dan/atau di lapangan) untuk mengembangkan potensi peserta didik pada tiap bidang pengembangan/mata pelajaran SD/mata pelajaran sekolah menengah yang termasuk dalam rumpunnya.
  13. Membimbing guru dalam merefleksi hasil-hasil yang dicapai, kekuatan, kelemahan, dan hambatan yang dialami dalam pembelajaran yang telah dilaksanakan.
  14. Membantu guru dalam mengelola, merawat, mengembangkan, dan memanfaatkan fasilitas pembelajaran yang berkaitan dengan mata pelajaran SD/mata pelajaran sekolah menengah yang termasuk dalam rumpunnya.

D. Evaluasi Pendidikan

  1. Membimbing guru dalam menentukan aspek-aspek yang penting dinilai untuk tiap bidang pengembangan/mata pelajaran yang termasuk dalam rumpunnya.
  2. Membimbing guru dalam menentukan kriteria dan indikator keberhasilan pembelajaran tiap bidang pengembangan/mata pelajaran yang termasuk dalam rumpunnya.
  3. Menyusun kriteria dan indikator keberhasilan pendidikan pada satuan pendidikan yang menjadi binaannya
  4. Menilai kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran pada tiap bidang pengembangan/mata pelajaran yang termasuk dalam rumpunnya.
  5. Menilai kemampuan kepala sekolah dalam mengelola satuan pendidikan.
  6. Menilai kinerja staf sekolah dalam melaksanakan tugas pokoknya.
  7. Menilai kinerja sekolah dan menindaklanjuti hasilnya untuk keperluan akreditasi sekolah.
  8. Mengolah dan menganalisis data hasil penilaian kinerja sekolah, kinerja kepala sekolah, kinerja guru, dan kinerja staf sekolah.
  9. Memantau pelaksanaan kurikulum, pembelajaran, bimbingan dan hasil belajar siswa serta
  10. menganalisisnya untuk perbaikan mutu pendidikan pada sekolah binaannya.
  11. Membina guru dalam memanfaatkan hasil penilaian untuk kepentingan pendidikan dan pembelajaran tiap bidang pengembangan/mata yang termasuk dalam rumpunnya
  12. Memberikan saran kepada kepala sekolah, guru, dan seluruh staf sekolah dalam meningkatkan
  13. kinerjanya berdasarkan hasil penilaian.

E. Penelitian dan Pengembangan

  1. Menguasai berbagai pendekatan, jenis, dan metode penelitian dalam pendidikan.
  2. Menentukan masalah kepengawasan yang penting untuk diteliti baik untukkeperluan tugas pengawasan, pemecahan masalah pendidikan, dan pengembangan profesi.
  3. Menyusun proposal penelitian pendidikan baik proposal penelitian kualitatif maupun proposal penelitian kuantitatif.
  4. Melaksanakan penelitian pendidikan baik untuk keperluan pemecahan masalah pendidikan, perumusan kebijakan pendidikan maupun untuk pengembangan profesi.
  5. Mengolah dan menganalisis data penelitian pendidikan baik data kualitatif maupun
  6. data kuantitatif.
  7. Memberikan bimbingan kepada guru tentang penelitian tindakan kelas, baik perencanaan maupun pelaksanaannya.
  8. Menyusun karya tulis ilmiah (KTI) dalam bidang pendidikan/kepengawasan.
  9. Mendiseminasikan hasil-hasil penelitian pada forum kegiatan ilmiah baik lisan maupun tulisan.
  10. Membina guru dalam menyusun karya tulis ilmiah dalam bidang pendidikan dan pembelajaran.
  11. Membuat artikel ilmiah untuk dimuat pada jurnal.
  12. Menulis buku/modul untuk bahan pengawasan.
  13. Menyusun pedoman/panduan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas pengawasan.

F. Sosial

  1. Menyadari akan pentingnya bekerja sama dengan berbagai pihak dalam rangka meningkatkan kualitas diri dan profesinya.
  2. Menangani berbagai kasus yang terjadi di sekolah atau di masyarakat.
  3. Aktif dalam kegiatan organisasi profesi seperti APSI, PGRI, ISPI dan organisasi kemasyarakatan lainnya.

Silabus Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Sekolah Dasar

Download Prediksi Soal Ujian Akhir Nasional (UAN) SD di Internet

Artikel singkat ini tentu saja akan berguna bagi para guru Sekolah Dasar (SD) yang sibuk mempersiapkan para siswanya menghadapi Ujian Akhir Nasional (UAN). Redaksi berkesempatan mengumpulkan link download soal-soal Ujian Akhir Nasional SD dari beberapa sumber, diantaranya dari Lembaga Bimbingan Belajar SSC (Sony Sugema College) dan beberapa sumber yang lain. Berikut ini daftar link download tersebut :

Terima kasih kepada semua pihak yang telah bersusah payah meng-upload file tersebut ke Internet. Semoga bermanfaat!

Belajar Bahasa Inggris Online

With the advance of information and technology, especially internet, the access to study English is open online widely. This is very helpful to develop our English competency. There are many internet sites providing English learning pages, and many of them are free of charges. Some sites that I collected from various sources.

Dengan kemajuan IT sekarang ini, terbuka dengan sangat lebar bagi kita untuk belajar bahasa Inggris secara on-line. Ini sangat membantu kita meningkatkan kemampuan bahasa Inggris kita. Terdapat banyak sekali situs situs yang menyediakan halaman-halaman pembelajaran bahasa Inggris, dan tidak sedikit diantaranya gratis.

silahkan klik link berikut ini :

ESL go Bell English Online English @ home English for Free ENGLISHonline.net Self-Study Quizzes for ESL Students (English Tests) ESL PartyLand–quiz center English Language Quizzes - UsingEnglish.com ESL test: English Grammar Tenses / Esl quiz Super Quiz Machine for ESL Students (English Test) ESL Quizzes,grammar quiz, ESL grammar quiz,Upper Intermediate Irregular Verbs - Spelling Quiz E. L. Easton - English - Exercises, Quizzes, Tests English Grammar for ESL Learners Grammar Activities (Ohio ESL) ESL - English Exercises and Quizzes English Grammar: Present Continuous Tense Quiz EnglishClub.com) English as a Second Language - Tenses Quiz English Language Quizzes - UsingEnglish.com ESL test: English Grammar Tenses / Esl quiz Learn English English Exercises Online! (by Lilliam Hurst) O N L I N E E X E R C I S E S - Grammar English Grammar Exercises Business English Lessons English Exercise - English Exercises E. L. Easton - English - Exercises, Quizzes, Tests

Tenses Quiz From English Page dot com

  1. Verb Tense Exercise 1 Simple Present and Present Continuous
  2. Verb Tense Exercise 2 Simple Present and Present Continuous
  3. Verb Tense Exercise 3 Simple Past and Past Continuous
  4. Verb Tense Exercise 4 Simple Past and Past Continuous
  5. Verb Tense Exercise 5 Simple Past and Present Perfect
  6. Verb Tense Exercise 6 Simple Past and Present Perfect
  7. Verb Tense Exercise 7 Present Perfect and Present Perfect Continuous
  8. Verb Tense Exercise 8 Present Perfect and Present Perfect Continuous
  9. Verb Tense Exercise 9 Present Continuous and Present Perfect Continuous
  10. Verb Tense Exercise 10 Present Continuous and Present Perfect Continuous
  11. Verb Tense Exercise 11 Simple Past and Past Perfect
  12. Verb Tense Exercise 12 Simple Past, Present Perfect, and Past Perfect
  13. Verb Tense Exercise 13 Past Perfect and Past Perfect Continuous
  14. Verb Tense Exercise 14 Present Perfect, Past Perfect, Present Perfect Continuous,
  15. Verb Tense Exercise 15 Tenses with durations
  16. Verb Tense Exercise 16 Present and Past Tenses with Non-Continuous Verbs
  17. Verb Tense Exercise 17 Present and Past Tense Review
  18. Verb Tense Exercise 18 Will and Be Going to
  19. Verb Tense Exercise 19 Will and Be Going to
  20. Verb Tense Exercise 20 Will and Be Going to
  21. Verb Tense Exercise 21 Simple Present and Simple Future
  22. Verb Tense Exercise 22 Simple Present and Simple Future
  23. Verb Tense Exercise 23 Simple Future and Future Continuous
  24. Verb Tense Exercise 24 Simple Present, Simple Future, Present Continuous, and Future Continuous
  25. Verb Tense Exercise 25 Future Perfect and Future Perfect Continuous
  26. Verb Tense Exercise 26 Future Perfect and Future Perfect Continuous
  27. Verb Tense Exercise 27 Future Perfect and Future Perfect Continuous
  28. Verb Tense Exercise 28 Future Perfect and Future Perfect Continuous
  29. Verb Tense Final Test Cumulative Verb Tense Review
  30. Verb Tense Practice Test Cumulative Verb Tense Review
  31. Verb Tense Exercise 1
  32. Verb Tense Exercise 2
  33. Verb Tense Exercise 3
  34. Verb Tense Exercise 4
  35. Verb Tense Exercise 5
  36. Verb Tense Exercise 6
  37. Verb Tense Exercise 7
  38. Verb Tense Exercise 8
  39. Verb Tense Exercise 9
  40. Verb Tense Exercise 10
  41. Verb Tense Exercise 11
  42. Verb Tense Exercise 12
  43. Verb Tense Exercise 13
  44. Verb Tense Exercise 14
  45. Verb Tense Exercise 15
  46. Verb Tense Exercise 16
  47. Verb Tense Exercise 17
  48. Verb Tense Exercise 18
  49. Verb Tense Exercise 19
  50. Verb Tense Exercise 20
  51. Verb Tense Exercise 21
  52. Verb Tense Exercise 22
  53. Verb Tense Exercise 23
  54. Verb Tense Exercise 24
  55. Verb Tense Exercise 25
  56. Verb Tense Exercise 26
  57. Verb Tense Exercise 27
  58. Verb Tense Exercise 28
  59. Verb Tense Final Test
  60. Verb Tense Practice Test

Open Source Popular:

Slackware Linux 12.2
Slackware Linux 12.2
Ubuntu 8.10 Intrepid Ibex
Ubuntu 8.10 Intrepid Ibex
Mandiva Linux 2009.0
Mandiva Linux 2009.0
CentOS 5.2
CentOS 5.2
Gentoo 2008.0R1 'It's got what plants crave'
Gentoo 2008.0R1 'It's got what plants crave'
openSUSE 11.1
openSUSE 11.1
Fedora 10 'Cambridge'
Fedora 10 'Cambridge'
Debian GNU/Linux 4.0 'Etch'
Debian GNU/Linux  4.0 'Etch'
FreeBSD 7.1 Release
FreeBSD 7.1 Release
Sabayon Linux 4r1
Sabayon Linux 4r1
PCLinuxOS 2007 Live/Install-CD
PCLinuxOS 2007 Live/Install-CD
Kubuntu 8.10 Intrepid IBex
Kubuntu 8.10 Intrepid IBex

Most Read Article