Selasa, 05 Mei 2009

PERAN PERPUSTAKAAN DAN PUSTAKAWAN DALAM IKUT SERTA MEWUJUDKAN MASYARAKAT INFORMASI

A. Pendahuluan


Perpustakaan dan pustakawan sebagai mata rantai informasi, dituntut untuk dapat menyumbangkan peran dan fungsinya membentuk masyarakat informasi, terutama melalui kiprahnya dalam memberikan layanan bahan pustaka dan informasi kepada masyarakat. Qalyubi, dkk. (2007 : 441), kesadaran dari dalam (internal) perpustakaan harus dibangun kembali untuk menunjukkan bahwa perpustakaan adalah sumber primer bagi setiap pencari informasi. Perpustakaan adalah bangunan utama untuk melahirkan suatu komunitas ilmiah dan masyarakat informasi. Perpustakaan juga merupakan jalan untuk menuju masyarakat modern yang berperadaban.

Namun demikian, untuk merealisasikan semua impian itu bukanlah sesuatu yang mudah. Secara terus menerus harus dilakukan inovasi untuk menciptakan perpustakaan yang sesuai dengan tuntutan zaman. Supriyanto, dkk. (2006 : 255), menyatakan bahwa perpustakaan masa depan diharapkan, bukan saja dapat mengubah dirinya dari yang bersifat tradisional menjadi modern, yang kecil menjadi besar, atau yang sepi pengunjung menjadi ramai. Tetapi lebih dari pada itu, yaitu perpustakaan yang mampu menjadikan organisasinya menyediakan dan melayankan berbagai sumber informasi secara tepat guna dan tepat sasaran, menciptkan kondisi masyarakat menyadari, memahami dan mewujudkan suatu kehidupan yang terdidik baik dan terinformasi baik (well educated and well informed), sehingga mereka mampu melakukan perubahan, baik pada dirinya maupun orang lain dalam pola pikir (mind set), berbicara, berperilaku, atau bertidak, karena telah didasari oleh wawasan, kemampuan, pengalaman, dan ketrampilan. Itulah kira-kira gambaran atau profil dari masyarakat informasi yang untuk mewujudkannya menjadi bagian dari tugas atau tanggung jawab dari perpustakaan dan pustakawan.

Tulisan berikut akan mencoba menguraikan secara ringkas, mulai dari munculnya istilah dan pengertian masyarakat informasi, tingkatan-tingkatan masyarakat informasi, faktor-faktor pendorong dan elemen yang harus diperhatikan untuk masuk ke dalam masyarakat informasi, kebijakan pemerintah berkaitan dengan masyarakat informasi, serta peran pepustakaan dan pustakawan dalam ikut serta mewujudkan masyarakat informasi.

B. Munculnya Istilah dan Pengertian Masyarakat Informasi

Istilah masyarakat informasi kian akrab terdengar di telinga kita, namun sejak kapan sebenarnya istilah ini muncul dan mengapa? Menurut Abdul Rahman Saleh (2004 : 11-16), munculnya informasi di masyarakat menyebabkan masyarakat harus mengelola informasi. Bagaimana cara anggota masyarakat memperlakukan informasi, penghargaan terhadap informasi, bagaimana cara orang mencari informasi, bagaimana orang membutuhkan informasi, inilah yang menyebabkan munculnya istilah masyarakat informasi. Tidak ada penjelasan sejak kapan istilah ini muncul.

Mengenai pengertian tentang masyarakat informasi, banyak batasan diberikan, salah satunya mengatakan, bahwa masyarakat informasi adalah masyarakat yang lahir dari peradaban dunia gelombang ketiga atau era informasi (Sudarsono, 2006 : 100). Sedangkan (Saleh, 2004 : 11), mengartikan masyarakat informasi sebagai suatu masyarakat dimana kualiatas hidup, dan juga prospek perubahan sosial dan pembangunan ekonomi, tergantung pada peningkatan dan pemanfaatan informasi. Lebih lanjut dijelaskan pula, bahwa dalam masyarakat seperti ini, standar hidup, pola kerja dan kesenangan, sistem pendidikan dan pemasaran barang-barang sangat dipengaruhi oleh akumulasi peningkatan informasi. Bagaimana wujud dari masyarakat informasi? Wujud dari masyarakat informasi (Sudarsono, 2006 : 100), yaitu apabila teknologi informasi telah diterapkan pada semua tingkatan perekonomian dan kehidupan sosial. Dan menurut beliau, milenium baru saat ini adalah milenium masyarakat informasi.

C. Tingkatan-Tingkatan Masyarakat Informasi

Terdapat beberapa tingkatan dalam masyarakat informasi. Menurut Achmad Djunaedi (2007 : 4-8), terdapat tiga tingkatan masyarakat dilihat dari aspek informasi, yaitu :

  1. Masyarakat sadar informasi, yaitu masyarakat yang sudah sadar bahwa informasi diperlukan untuk meningkatkan daya saing (untuk maju). Misalnya : masyarakat penghasil komoditas tembakau yang pada saat menjelang panen, mereka mencari informasi tentang harga-harga jual tembakau di berbagai pasar tembakau;
  2. Masyarakat kaya informasi, yaitu masyarakat yang sudah banyak mempunyai informasi sehingga cukup mempunyai daya saing (kompetitif). Mereka telah mempunyai akses yang memadai ke sumber-sumber informasi. Mereka tidak mudah untuk tertipu oleh informasi yang menyesatkan. Mereka mampu mengumpulkan informasi yang cukup banyak dengan mudah (kaya informasi) dan secara perorangan mereka mampu menyeleksi mana informasi yang benar dan mana yang kurang benar. Contoh : masyarakat perguruan tinggi, masyarakat dunia usaha (yang bukan usaha kecil dan menengah / UKM);Masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society), yaitu masyarakat kaya informasi yang dalam mengambil keputusan sehari-hari mendasarkan diri pada pengetahuan. Masyarakat berbasis pengetahuan ditunjukkan dengan kemudahan masyarakat mendapatkan pengetahuan (seperti membuka kran air), yang mampu mengubah masyarakat menjadi masyarakat yang cerdas melalui pemanfaatan kemajuan teknologi informasi. Dalam hal ini pengetahuan tersedia secara memadai dan mudah diakses oleh masyarakat. Informasi yang berlimpah mendorong diolahnya informasi tersebut menjadi pengetahuan, atau dengan kata lain pengetahuan merupakan tingkatan lebih lanjut dari informasi.
D. Faktor Pendorong dan Elemen Yang Harus diperhatikan untuk Memasuki Masyarakat Informasi

Lahirnya masyarakat informasi tidak terlepas dari perkembangan teknologi komputer dan perkembangan teknologi informasi, atau sekarang lebih dikenal dengan perkembangan Information and communication technology (ICT). Dengan dua teknologi ini terjadilah percepatan pergerakan informasi di masyarakat yang kemudian menjadi ciri masyarakat maju seperti sekarang ini. Beberapa faktor yang mendorong terbentuknya masyarakat informasi, yaitu : dinamika informasi dan komunikasi, perkembangan teknologi komputer, dan perkembangan teknologi komunikasi (Saleh, 2004 : 12).

Akan tetapi, terdapat beberapa hal yang perlu diingat. Ketersediaan beberapa faktor pendorong seperti tersebut di atas tidak serta merta dapat mewujudkan sebuah masyarakat informasi. Untuk dapat memasuki masyarakat informasi (Saleh, 2004 : 12), ada beberapa elemen yang harus diperhatikan, yaitu :
(1) masyarakat yang tidak buta huruf;

(2) pemanfaatan komputer;
(3) infrastruktur telekomunikasi;
(4) industri percetakan yang maju;
(5) industri TV dan radio yang maju;
(6) minat baca yang tinggi; dan
(7) sistem perpustakaan yang maju.
Kalau kita telusur lebih jauh, elemen-elemen tersebut di atas memang merupakan syarat mutlak untuk masuk ke masyarakat informasi. Masyarakat buta huruf tidak mungkin menjadi masyarakat informasi, karena kemampuan membaca merupakan syarat mutlak untuk memasuki masyarakat informasi. Kemudian komputer, merupakan syarat lain untuk memasuki masyarakat informasi, karena saat ini hampir semua pergerakan informasi dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer. Bagaimana kita akan memasuki masyarakat informasi kalau masyarakat kita masih gagap teknologi (gaptek) dan tidak pernah menggunakan komputer. Dengan penggunaan komputer yang tinggi, khususnya untuk tujuan komunikasi data antar komputer yang berjauhan, maka infrastruktur telekomunikasi harus maju. Kemudian kemajuan tersebut harus pula didukung dengan industri percetakan yang maju. Surat kabar, majalah dan buku-buku akan lahir dari industri percetakan dan penerbitan yang menjadi ciri konsumsi bacaan bagi masyarakat informasi. Sama seperti industri percetakan, industri radio dan televisi juga harus maju yang akan mendukung pergerakan informasi yang sangat cepat melaui siaran-siarannya. Syarat lain adalah minat baca yang tinggi, karena informasi yang melimpah akan sia-sia apabila tidak ada yang memanfaatkannya, hanya karena masyarakatnya tidak mau membaca. Perpustakaan yang maju juga merupakan salah satu syarat untuk memasuki masyarakat informasi, karena perpustakaan akan menghimpun, mengelola dan melayankan informasi kepada masyarakat.

E. Kebijakan Pemerintah Berkaitan Dengan Masalah Masyarakat Informasi

Kebutuhan masyarakat akan informasi tumbuh dan berkembang sebagai akibat dari tumbuh dan berkembangnya kehidupan masyarakat itu sendiri. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah melahirkan globalisasi informasi di segala bidang dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk melakukan akses informasi, sehingga seakan-akan dunia ini tanpa batas (borderless).

Pemerintah melalui konstitusinya yaitu dalam amandemen kedua UUD 1945 pasal 28F juga telah menjamin bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Apa yang tersirat maupun tersurat dalam amandemen kedua UUD 1945 tersebut di atas, sebenarnya merupakan penegasan dan sekaligus merupakan salah satu usaha dari pemerintah dalam mewujudkan masyarakat informasi. Menurut Koalisi untuk kebebasan informasi (2001 : 13), itu artinya adalah bahwa hak atas informasi tidak saja merupakan hak asasi melainkan juga hak konstitusional rakyat Indonesia. Esensi dari pengakuan ini adalah bahwa hak atas informasi sebenarnya merupakan hak yang melekat pada diri setiap manusia, baik sebagai warga negara maupun sebagai pribadi.

Sebagai implementasi dari semua itu, dapat kita lihat bahwa perkembangan media massa seperti televisi dan dunia penerbitan, seperti: buku, surat kabar, majalah, tabloid, dan sebagainya juga marak di negara ini. Semua ini diberi hak hidup untuk menyelenggarakan siaran-siarannya dan menyelenggarakan penerbitan-penerbitannya dengan kebebasan yang bertanggung jawab. Belum lagi dunia internet sebagai pengaruh globalisasi yang tidak mungkin lagi dibendung penyebarannya, kecuali masih sekedar berupa rambu-rambu agar internet tetap dimanfaatkan untuk hal-hal yang positif dan bertanggung jawab. Walaupun demikian, pada tahun 2007 ini Departemen Komunikasi dan Informasi telah mengajukan RUU di bidang Informasi dan Transaksi Elektronik ( RUU ITE) untuk menuju pada kepastian hukum di bidang informasi dan transaksi elektronik. Hal ini karena teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah perilaku dan pola hidup masyarakat secara global. Perkembangan TI telah pula menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, budaya, ekonomi dan pola penegakan hukum yang secara signifikan berlangsung demikian cepat. TI saat ini menjadi pedang bermata dua, karena selain memberi kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu, melalui RUU ITE ini diharapkan dampak negatif perekembangan TI dapat diantisipasi, dan masyarakat inforamsi Indonesia yang bertanggung jawab dapat segera terwujud.

F. Peran Perpustakaan dan Pustakawan Dalam Mewujudkan Masyarakat Informasi

Tidak dapat disangkal bahwa informasi akan semakin menentukan tingkat kemajuan suatu bangsa, karenanya penguasaan informasi harus diusahakan maksimal. Dalam hal ini pekerja informasi sangat diperlukan untuk menghimpun berbagai sumber, mengolah, menyimpan dan menyebarluaskannya kepada masyarakat. Kehadiran pustakawan sebagai pekerja informasi berperan penting dan menentukan (Rachman Hermawan S. dan Zulfikar Zen, 2006 : 4-5).

Kondisi perpustakaan suatu bangsa merupakan cerminan atau refleksi dari tingkat kebudayaan serta tingkat peradaban yang telah dicapainya, dimana perpustakaan berkewajiban memperkenalkan dasar-dasar ilmu pengetahuan dan ketrampilan kepada masyarakat serta menanamkan sikap untuk terus belajar secara berkelanjutan sepanjang hayat (Rimbarawa, 2006 : 12). Kesadaran dari dalam (internal) perpustakaan harus dibangun kembali untuk menunjukkan bahwa perpustakaan adalah sumber primer bagi setiap pencari informasi. Perpustakaan adalah bangunan utama untuk melahirkan suatu komunitas ilmiah dan masyarakat informasi. Perpustakaan juga merupakan jalan untuk menuju masyarakat modern yang berperadaban. Namun demikian, untuk merealisasikan semua impian itu bukanlah sesuatu yang mudah. Secara terus menerus perlu dilakukan inovasi untuk menciptakan perpustakaan yang sesuai dengan tuntutan zaman (Qalyubi, dkk., 2007 : 441).

Di kala Ibu Mastini Hardjoprakoso masih aktif sebagai pustakawan dan memimpin Perpustakaan Nasional, beliau selalu mengatakan dan bahkan mengusulkan kepada pemerintah agar buku menjadi bahan pokok kesepuluh, setelah sembako (ingat sembako = sembilan bahan pokok), yang kemudian Bapak Sudarsono suka melanjutkan pernyataan itu dengan ibarat kebutuhan membaca dan menulis identik dengan kebutuhan makan dan minum bagi umat manusia. Di sinilah sebenarnya inti dari keberadaan buku (baca perpustakaan) di kalangan masyarakat kita (Sudarsono, 2006 : 47). Lebih jauh dikemukakan, bahwa salah satu tantangan bagi perpustakaan dalam masyarakat informasi adalah memberikan akses sebesar-besarnya bagi masyarakat luas akan kekayaan budaya dan intelektual bangsa yang tersimpan baik di perpustakaan umum maupun di museum. Hal ini menyiratkan kesungguhan upaya perpustakaan untuk meningkatkan layanan dan menciptakan alat interaktif baru guna mengakses kekayaan budaya dan intelektual tersebut (Sudarsono, 2006 : 107).

Sedangkan khusus bagi perpustakaan umum, Siregar (2004 : 75), perpustakaan umum (public libraries) memainkan peranan yang unik di dalam masyarakat. Sebagai suatu lembaga netral, perpustakaan menyediakan informasi dan perbedaan pandangan sekaligus di suatu tempat di mana warga masyarakat dapat memberi tahu diri mereka sendiri tanpa paksaan tentang isu-isu mutakhir yang peka. Peran yang sangat berharga dan penyediaan gagasan-gagasan ini barangkali adalah merupakan suatu pelayanan terhebat kepada warga masyarakat yang diberikan oleh perpustakaan, yang tidak dapat dipenuhi oleh lembaga jenis lainnya. Melalui perpustakaan warga masyarakat dapat memberdayakan (to enpowering) diri mereka sendiri dengan mendapatkan berbagai informasi yang sesuai dengan kebutuhan profesi dan bidang tugas masing-masing; yang pada akhirnya bermuara pada tumbuhnya warga masyarakat yang terinformasi dengan baik (well-informed), berkualitas dan demokratis.

Pada uraian selanjutnya (Siregar, 2004 : 76), bahwa isu-isu tentang peran perpustakaan umum perlu dibicarakan dan diungkapkan kembali, karena diperkirakan semakin penting dan relevan dengan keadaan sekarang, karena disamping perlunya dilakukan reformasi kebijakan pemerintah di bidang perpustakaan umum, juga karena semakin bertambahnya jumlah penduduk miskin di negara kita sebagai akibat dari krisis ekonomi. Menurunnya tingkat pendapatan masyarakat memberikan implikasi terhadap berbagai aspek kehidupan, dan yang paling menghawatirkan terutama dalam bidang pendidikan, dimana informasi dan pengetahuan akan semakin terasa mahal terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Dan inilah saatnya perpustakaan umum seharusnya dapat mengambil peranan yang lebih besar untuk lebih memberdayakan warga masyarakat dengan menyediakan informasi yang mereka perlukan untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas mereka baik secara individu maupun kelompok. Masih menurut Siregar (2004 : 76), fungsi utama dari perpustakaan umum adalah untuk membantu orang (terutama orang-orang muda dan anak-anak) menjadi melek informasi. Dalam hal ini termasuk memberitahu mereka bagaimana menelusur informasi, dan juga untuk mengembangkan kebiasaan membaca. Perpustakaan umum juga membantu orang dewasa untuk belajar seumur hidup dan belajar kembali untuk perubahan karir. Perpustakaan umum juga berperan dalam memelihara dan mempromosikan kebudayaan.

Para penulis juga melihat bahwa peran perpustakaan umum sebagai pendemokrasian penyebaran informasi. Mereka menunjukkan bahwa bagaimana abad informasi sekarang telah memperlebar jurang antara orang-orang yang kaya dan miskin informasi, pada saat informasi menjadi komoditi yang harus dibeli. Apabila hal ini terjadi di lingkungan tertentu, maka perpustakaan umum diharapkan tetap dapat menawarkan akses gratis atau murah terhadap sumber-sumber informasi seperti yang tersedia melalui internet dan sumber-sumber lainnya, dan memberikan pelatihan gratis untuk memelihara melek informasi kepada mereka yang belum mendapat kesempatan sebelumnya (Siregar, 2004 :77).

Sedangkan mengenai peran pustakawan dalam mewujudkan masyarakat informasi, Rachman Hermawan S. dan Zulfikar Zen (2006 : 109-111), dalam penjabarannya tentang kode etik pustakawan Indonesia, alinea kedua, antara lain menyebutkan : (1) pustakawan hendaknya memperluas akses informasi bagi kepentiggan masyarakat, artinya bahwa informasi sangat dibutuhkan masyarakat. Pustakawan sebagai seorang profesional di bidang perpustakaan dan informasi harus mempunyai kemampuan untuk memperluas akses dan mendistribusikan informasi untuk kepentingan masyarakat, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Dalam hal ini, pustakawan hendaknya dapat berfungsi sebagai perantara (intermediaries) antara sumber informasi dengan masyarakat pengguna. Untuk itu pustakawan harus menguasai teknologi informasi, sehingga mempunyai kebebasan dan keleluasaan mencari dan mengakses informasi dari berbagai sumber; (2) pustakawan wajib ikut berperan dalam menciptakan kelancaran arus informasi, artinya bahwa pustakawan sekarang ini harus berperan dalam menciptakan kelancaran arus informasi untuk kepentingan masyarakat, tetapi tetap harus bertanggung jawab, agar informasi yang disediakannya tidak menimbulkan dampak yang negatif bagi generasi sekarang maupun yang akan datang. Oleh karena itu pustakawan dalam melaksanakan tugasnya harus peka dan gemar mencari informasi, jeli dalam mengamati, pandai memilih dan memilah informasi yang akan disajikan kepada masyarakat. Untuk maksud tersebut di atas, pustakawan harus mempunyai kemampuan untuk menangkap peluang, memanfaatkan dan menangkal informasi yang dapat menjadi ancaman bagi masyarakat; (3) pustakawan harus berfungsi sebagai agen perubahan (agent of changes), artinya pustakawan dalam melaksanakan tugasnya agar dapat berfungsi sebagai agen perubahan. Untuk dapat berfungsi sebagai agen perubahan, pustakawan harus dapat menjadi narasumber (resource person) bagi orang-orang yang memerlukan pembaruan bagi dirinya. Sebagai narasumber, pustakawan harus mempunyai pengetahuan dan wawasan yang luas dalam bidang perpustakaan dan informasi, sehingga dapat memberikan andil yang cukup besar dalam meningkatkan wawasan, pengetahuan dan keterampilan masyarakat. Melalui fasilitas yang tersedia di perpustakaan, pustakawan dapat menyuguhkan berbagai informasi yang dibutuhkan masyarakat, seperti: perkembangan iptek, hasil-hasil penelitian, dan lain sebagainya. Dengan demikian pustakawan dapat berfungsi sebagai agen perubahan bagi masyarakat manakala pustakawan dapat menyediakan bahan pustaka dan informasi yang berguna dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia.

H. Penutup
Dari uraian-uraian tersebut di atas, jelaslah bahwa perpustakaan dan pustakawan mempunyai peranan yang sangat penting dan dominan dalam ikut serta mewujudkan masyarakat informasi.

Kiranya tepatlah kalau dihubungkan dengan pengertian perpustakaan sebagaimana dikehendaki menurut Keputusan Presiden RI No.11 Tahun 1989 (Supriyanto, 2006 : 38), bahwa perpustakaan merupakan salah satu sarana pelestari bahan pustaka sebagai hasil budaya dan mempunyai fungsi sebagai sumber informasi ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional.

Oleh karena itu, jangan sampai terjadi masih ada lembaga atau institusi yang memposisikan dan memandang perpustakaan dengan sebelah mata seperti yang disinyalir oleh Sudarsono (2006 : 63), bahwa selama ini posisi unit dokumentasi, informasi dan perpustakaan kebanyakan lebih dipandang sebagai aksesories bagi suatu lembaga atau institusi, atau belum menjadi unit yang memiliki fungsi stategis.

Mengingat pentingnya peran perpustakaan dan pustakawan dalam hal ikut serta mewujudkan masyarakat informasi, dan juga dalam fungsi-fungsinya yang lain yang lebih luas, seperti dalam peningkatan minat dan budaya baca masyarakat, dalam mendukung pembelajaran sepanjang hayat (long life education), maupun dalam mencerdaskan kehidupan bangsa secara keseluruhan, maka hendaknya pemerintah dapat memberikan perhatian yang lebih besar terhadap keberadaan perpustakaan dan pustakawan.

Daftar Pustaka

Djunaedi, Achmad, 2007. Manajemen Dukungan Layanan Informasi : Diseminasi Informasi ke Masyarakat. Materi kuliah Magister Ilmu Informasi dan Perpustakaan (MIP) UGM, disampaikan 3 Oktober 2007.Hardjoprakoso, Mastini, 2005. Bunga Rampai Kepustakawanan, dikumpulkan dan disusun kembali oleh Wartini Santoso. Jakarta : Perpustakaan Nasional RIHermawan S., Rachman dan Zulfikar Zen, 2006. Etika Kepustakawanan : Suatu Pendekatan Terhadap Kode Etik Pustakawan Indonesia. Jakarta : Sagung Seto.IFLA/UNESCO, 2007. Manifesto Perpustakaan Umum UNESCO : Terjemahan Tidak Resmi, oleh Sulistyo-Basuki, dalam VISIPUSTAKA, Vol. 9 No.2, Agustus 2007, hal. 8-9.Indonesia. Departemen Komunikasi dan Informatika, 2007. RUU ITE Menuju Kepastian Hukum di Bidang Informasi dan Transaksi Elektronik. Jakarta : Departemen Komunikasi dan Informatika.Koalisi Untuk Kebebasan Informasi, 2003. Melawan Ketertutupan Informasi : Menuju Pemerintahan Terbuka. Jakarta : Koalisi untuk Kebebasan Informasi, didukung oleh USID dan The Asia Foundation.Qalyubi, Shihabuddin, dkk., 2007. Dasar-dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi / editor, Tri Septiyantoro dan Umar Sidik. Yogyakarta : Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Fak. Adab UIN Sunan Kalijaga.Saleh, Abdul Rahma, 2004. Informasi : Tinjauan Atas Peran Strategis dan Dampaknya Bagi Masyarakat, dalam JURNAL PUSTAKAWAN INDONESIA, Volume 4, Nomor 2, Desember 2004.Siregar, A. Ridwan, 2004. Perpustakaan : Energi Pembangunan Bangsa. Medan : USU Press.Sudarsono, Blasius, 2006. Antologi Kepustakawanan Indonesia, editor Joko Santoso. Pengurus Pusat Ikatan Pustakawan Indonesia bekerja sama dengan Sagung Seto.Supriyanto, dkk., 2006. Aksentuasi Perpustakaan dan Pustakawan, editor Kosam Rimbarawa, Supriyanto. Jakarta : Pengurus Daerah-DKI Jakarta, Ikatan Pustakawan Indonesia bekerjasama dengan Sagung Seto.

Sumber : http://sutino.web.ugm.ac.id/?p=11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar