Teknologi diyakini sebagai alat pengubah. Sejarah membuktikan evolusi teknologi selalu terjadi sebagai tujuan atas hasil upaya keras para jenius yang pada gilirannya temuan teknologi tersebut diaplikasikan untuk memperoleh kemudahan dalam aktivitas kehidupan dan selanjutnya memperoleh manfaat dari padanya. Terdapat urutan yang sistematis dalam perkembangan teknologi, diawali dengan persoalan yang diciptakan atau yang dihadapi dalam keseharian. Ilmu pengetahuan dasar seperti fisika, matematika, kimia, menjadi modal utama dalam memecahkan persoalan dan menciptakan teknologi. Tahapan berikutnya, temuan teknologi ini diperkenalkan kepada masyarakat dan jika terbukti dapat membantu memudahkan aktivitas manusia kemudian memasuki tahap komersial. Mereka yang mampu memiliki teknologi menjadi penerima manfaat (beneficiaries) teknologi, sedangkan yang tidak mampu berada pada lingkaran luar penerima manfaat teknologi.
Kondisi mampu dan tidak mampu dalam memiliki teknologi inilah yang menjadi penyebab awal (primal causal) dari kesenjangan ekonomi dan sosial. Mereka yang mampu menghasilkan teknologi dan sekaligus memanfaatkan teknologi memiliki peluang yang lebih besar untuk mengelola sumber daya ekonomi, sementara yang tidak memiliki teknologi harus puas sebagai penonton saja. Akibatnya, yang kaya semakin kaya, yang miskin tetap miskin. Pada sisi gelap, teknologi dapat dituduh sebagai penyebab kesenjangan ekonomi dan sosial.
Keadaan inilah yang kemudian memunculkan ide perlunya pemerataan pemanfaatan teknologi hingga ke masyarakat yang bila secara individu tidak mampu memilikinya. Upaya menciptakan teknologi tepat guna di sektor pertanian, perikanan, dan industri rumahan (home industry) yang berbiaya murah dan dapat diterapkan oleh mereka yang berpendidikan rendah pernah menjadi agenda nasional di berbagai belahan dunia, khususnya di kalangan negara sedang membangun. Teknologi tepat guna menjadi tidak popular lagi menyusul semakin kompleksnya tatanan sosial serta munculnya produk teknologi menengah yang dapat dibuat secara massal dan berharga murah. Efek substitusi inilah yang mematikan upaya dibangunnya teknologi tepat guna di pedesaan.
Pemanfaatan bersama sumber daya teknologi menjadi solusi yang ditawarkan banyak pihak guna mengatasi keterbatasan daya beli terhadap teknologi. Termasuk dalam konsep ini adalah disediakannya angkutan massa di perkotaan atau dalam bidang layanan informasi adanya Community Access Center (CAP) dalam bentuk Warung Telekomunikasi (Wartel) dan Warung Internet (Warnet). Fakta menunjukkan bahwa anggota masyarakat tidak perlu harus memiliki teknologi untuk dapat menikmati manfaat teknologi. Dengan demikian yang penggunaan bersama sumber daya teknologi ini menjawab pernyataan mendasar, yang menjadi persoalan bukan pada kepemilikan atas teknologi tetapi akses kepada teknologi dan bagaimana masyarakat dapat seoptimal mungkin menggunakan teknologi untuk memperbaiki taraf hidupnya.
Uraian di atas mengindikasikan dua hal, di satu sisi teknologi dianggap sebagai alat (means) yang menawarkan kemudahan dan pada gilirannya memberikan kemakmuran, di sisi lain karena kemampuannya memberikan kemakmuran teknologi menjadi tujuan (ends) masyarakat agar dapat memilikinya. Hubungan antara means dan ends ini menjadi pangkal dari fenomena sosial yang muncul dalam perkembangan teknologi. Sebagai means, teknologi hanyalah barang mati yang peran nyatanya sangat ditentukan oleh manusia yang mengendalikannya. Jika pengendalinya memiliki integritas yang tinggi terhadap lingkungan sosialnya, maka teknologi akan terbawa ke suasana positif, dicitrakan sebagai bermanfaat bagi masyarakat. Sebaliknya jika pengguna teknologi berperangai egois, tidak peduli kepada lingkungan, maka dampak negatif dari pemanfaatan teknologi tersebut menjadi tidak terelakkan. Sebagaimana layaknya sebuah pistol, dapat berperan dalam pemberantasan pelaku kejahatan maupun sebagai alat kejahatan., tergantung pada siapa yang menggunakannya. Dengan demikian persoalan menjadi bergeser bukan saja pada teknologi-nya saja, melainkan perhatian harus dipusatkan juga pada manusia pengguna teknologi dan interaksi antara manusia tersebut dengan teknologi yang digunakannya.
Dalam hubungannya sebagai ends, tak dapat dihindarkan bahwa teknologi tertentu menjadi dambaan individu, masyarakat atau bahkan negara untuk memilikinya dan atau berhasil menguasainya. Persoalan yang menyertai keianginan ini adalah keterbatasan daya beli, baik untuk mengadakan penelitian dan pengembangan, pengadaan bahan baku, maupun pembuatan dalam skala produksi tertentu. Pada tataran mikro, dorongan memiliki teknologi yang terdapat pada individu dapat memicu tindakan kriminal atau tidak bertanggung jawab lainnya. Sementara pada tataran agregat, menjadi tugas pemerintah untuk membantu tersedianya teknologi tertentu yang dapat memudahkan kehidupan manusia. Strategi dan Kebijakan publik diperlukan untuk mengakomodasi persoalan teknologi sebagai ends ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar