Belajar dipandang sebagai upaya sadar seorang individu untuk memperoleh perubahan perilaku secara keseluruhan, baik aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Namun hingga saat ini dalam praktiknya, proses pembelajaran di sekolah tampaknya lebih cenderung menekankan pada pencapaian perubahan aspek kognitif (intelektual), yang dilaksanakan melalui berbagai bentuk pendekatan, strategi dan model pembelajaran tertentu. Sementara, pembelajaran yang secara khusus mengembangkan kemampuan afektif tampaknya masih kurang mendapat perhatian. Kalaupun dilakukan mungkin hanya dijadikan sebagai efek pengiring (nurturant effect) atau menjadi hidden curriculum, yang disisipkan dalam kegiatan pembelajaran yang utama yaitu pembelajaran kognitif atau pembelajaran psikomotor.
Secara konseptual maupun emprik, diyakini bahwa aspek afektif memegang peranan yang sangat penting terhadap tingkat kesuksesan seseorang dalam bekerja maupun kehidupan secara keseluruhan. Meski demikian, pembelajaran afektif justru lebih banyak dilakukan dan dikembangkan di luar kurikulum formal sekolah. Salah satunya yang sangat populer adalah model pelatihan kepemimpinan ESQ ala Ari Ginanjar.
Pembelajaran afektif berbeda dengan pembelajaran intelektual dan keterampilan, karena segi afektif sangat bersifat subjektif, lebih mudah berubah, dan tidak ada materi khusus yang harus dipelajari. Hal-hal diatas menuntut penggunaan metode mengajar dan evaluasi hasil belajar yang berbeda dari mengajar segi kognitif dan keterampilan. Ada beberapa model pembelajaran afektif. Merujuk pada pemikiran Nana Syaodih Sukmadinata (2005) akan dikemukakan beberapa model pembelajaran afektif yang populer dan banyak digunakan.
1. Model KonsiderasiManusia seringkali bersifat egoistis, lebih memperhatikan, mementingkan, dan sibuk dan sibuk mengurusi dirinya sendiri. Melalui penggunaan model konsiderasi (consideration model) siswa didorong untuk lebih peduli, lebih memperhatikan orang lain, sehingga mereka dapat bergaul, bekerja sama, dan hidup secara harmonis dengan orang lain.
Langkah-langkah pembelajaran konsiderasi: (1) menghadapkan siswa pada situasi yang mengandung konsiderasi,
(2) meminta siswa menganalisis situasi untuk menemukan isyarat-isyarat yang tersembunyi berkenaan dengan perasaan, kebutuhan dan kepentingan orang lain,
(3) siswa menuliskan responsnya masing-masing,
(4) siswa menganalisis respons siswa lain,
(5) mengajak siswa melihat konsekuesi dari tiap tindakannya,
(6) meminta siswa untuk menentukan pilihannya sendiri.
2. Model Pembentukan RasionalDalam kehidupannya, orang berpegang pada nilai-nilai sebagai standar bagi segala aktivitasnya. Nilai-nilai ini ada yang tersembunyi, dan ada pula yang dapat dinyatakan secara eksplisit. Nilai juga bersifat multidimensional, ada yang relatif dan ada yang absolut. Model pembentukan rasional (rational building model) bertujuan mengembangkan kematangan pemikiran tentang nilai-nilai.
Langkah-langkah pembelajaran rasional: (1) menigidentifikasi situasi dimana ada ketidakserasian atu penyimpangan tindakan,
(2) menghimpun informasi tambahan,
(3) menganalisis situasi dengan berpegang pada norma, prinsip atu ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam masyarakat,
(4) mencari alternatif tindakan dengan memikirkan akibat-akibatnya,
(5) mengambil keputusan dengan berpegang pada prinsip atau ketentuen-ketentuan legal dalam masyarakat.
3. Klarifikasi NilaiSetiap orang memiliki sejumlah nilai, baik yang jelas atau terselubung, disadari atau tidak. Klarifikasi nilai (value clarification model) merupakan pendekatan mengajar dengan menggunakan pertanyaan atau proses menilai (valuing process) dan membantu siswa menguasai keterampilan menilai dalam bidang kehidupan yang kaya nilai. Penggunaan model ini bertujuan, agar para siswa menyadari nilai-nilai yang mereka miliki, memunculkan dan merefleksikannya, sehingga para siswa memiliki keterampilan proses menilai.
Langkah-langkah pembelajaran klasifikasi nilai:(1) pemilihan: para siswa mengadakan pemilihan tindakan secara bebas, dari sejumlah alternatif tindakan mempertimbangkan kebaikan dan akibat-akibatnya,
(2) mengharagai pemilihan: siswa menghargai pilihannya serta memperkuat-mempertegas pilihannya,
(3) berbuat: siswa melakukan perbuatan yang berkaitan dengan pilihannya, mengulanginya pada hal lainnya.
4. Pengembangan Moral Kognitif
Perkembangan moral manusia berlangsung melalui restrukturalisasi atau reorganisasi kognitif, yang yang berlangsung secara berangsur melalui tahap pra-konvensi, konvensi dan pasca konvensi. Model ini bertujuan membantu siswa mengembangkan kemampauan mempertimbangkan nilai moral secara kognitif.
Langkah-langkah pembelajaran moral kognitif:(1) menghadapkan siswa pada suatu situasi yang mengandung dilema moral atau pertentangan nilai,
(2) siswa diminta memilih salah satu tindakan yang mengandung nilai moral tertentu,
(3) siswa diminta mendiskusikan/ menganalisis kebaikan dan kejelekannya,
(4) siswa didorong untuk mencari tindakan-tindakan yang lebih baik,
(5) siswa menerapkan tindakan dalam segi lain.
5. Model NondirektifPara siswa memiliki potensi dan kemampuan untuk berkembang sendiri. Perkembangan pribadi yang utuh berlangsung dalam suasana permisif dan kondusif. Guru hendaknya menghargai potensi dan kemampuan siswa dan berperan sebagai fasilitator/konselor dalam pengembangan kepribadian siswa. Penggunaan model ini bertujuan membantu siswa mengaktualisasikan dirinya.
Langkah-langkah pembelajaran nondirekif:(1) menciptakan sesuatu yang permisif melalui ekspresi bebas,
(2) pengungkapan siswa mengemukakan perasaan, pemikiran dan masalah-masalah yang dihadapinya,guru menerima dan memberikan klarifikasi,
(3) pengembangan pemahaman (insight), siswa mendiskusikan masalah, guru memberikan dorongan,
(4) perencanaan dan penentuan keputusan, siswa merencanakan dan menentukan keputusan, guru memberikan klarifikasi,
(5) integrasi, siswa memperoleh pemahaman lebih luas dan mengembangkan kegiatan-kegiatan positif.
KomentarKami sependapat dengan model pembelajaran yang disebutkan pada artikel tersebut. Dalam bidang pendidikan terdapat pasangan afektif, kognitif dan konatif. Ketiga pasangan ini menghasilkan akhlak, moral dan psikomotorik, yang semuanya berarti perbuatan atau tingkah laku. Dalam bidang pendidikan sering disebut pendidikan moral, pendidikan budi pekerti (tingkah laku) dan pendidikan akhlak.
Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan oleh guru saat ini masih mempunyai beberapa kekurangan. Salah satu persoalan yang cukup mendasar yang dihadapi oleh para pendidik adalah bagaimana menerapkan standar penilaian yang baku terhadap aspek-aspek yang terkait dengan kemampuan afektif anak didik.
Menurut Djahiri (1980: 3), orientasi Kurikulum 1994 lebih menonjolkan sisi kognitif dan psikomotorik tanpa pernah mempersoalkan sisi kecerdasan lain para anak didik. Kecerdasan dan potensi akademik hanya diukur dari sejauh mana anak didik menguasai materi-materi pelajaran yang dijejalkan pada benak pikiran mereka. Seringkali aspek afektif yang sudah diterapkan dalam pembelajaran tidak dilakukan secara proporsional. Hal ini membuat metode pengajaran yang digunakan terasa monoton dan tidak berkembang. Oleh karena itu, diperlukan metode-metode pengajaran yang juga memperhatikan perkembangan afektif peserta dan mengkombinasikannya dengan perkembangan kognitif dan psikomotorik.
Sumber :
http://www.pdf-search-engine.com
2 komentar:
Salut deh dengan Guru-guru SDN 1 Tilote yang sudah mengenal IT lebih jauh.....Kalau boleh ingin kenal dengan salah satu Guru yang bisa diajak Komunikasi....Saya bernama Suryo Busono dengan E-mail : suryobusono@hotmail.com...Tinggal di Bekasi.....Salam kenal dan terima kasih.....Salam
terima kasih atas kunjungannya, namanya juga baru belajar IT, apalagi hanya di sekolah dasar... berikut no hp kepsek Nur Alfian Hs. Maku, S.Pd 085240232979 dan penggagas TI di SDN 1 Tilote, Muhajirin AHM 081244377333. Salam kenal balik....
Posting Komentar